Menjadikan Lansia Menua Secara Aktif, Sehat, Tangguh, dan Terlindungi
Wednesday, 08/04/2015Yogyakarta
Hasil Sensus penduduk 2010 menempatkan Indonesia di peringkat lima negara-negara dengan populasi lansia tertinggi. Atau peringkat empat di Asia setelah India, China, dan Jepang. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, penuaan penduduk ini memunculkan tantangan yang sangat kompleks dibanding negara maju. Uniknya, hasil penelitian menunjukkan indek penuaan aktif domain ketenagakerjaan Indonesia tinggi di dunia. Pertanyaannya, dari sisi jaminan sosial apakah lansia Indonesia benar-benar aktif atau dikondisikan untuk aktif.
Pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, menyatakan dalam bidang kesejahteraan sosial, sasaran yang ingin dicapai dalam periode 2015-2019 adalah meningkatnya akses dan kualitas hidup lansia. Di mana khusus untuk lansia arah kebijakan nasional difokuskan pada penguatan skema perlindungan sosial bagi lansia. Apakah Indonesia akan mampu mengelola sumber daya untuk menangani penduduk lansia yang berkembang pesat dengan inovatif dan integratif. Tentu hal tersebut merupakan tugas bersama semua komponen bangsa.
Dengan maksud untuk mewujudkan ikhtiar bersama tersebut, Lembaga Penelitian SurveyMETER, sebagai lembaga yang concern pada isu kelanjutusiaan dan penuaan penduduk menyelenggarakan Lokakarya Satu Hari “LANSIA DAN PENUAAN PENDUDUK INDONESIA”. Kegiatan ini didukung oleh Knowledge Sector Initiative (KSI), Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia.
Lokakarya ini digelar pada Selasa 7 April 2015 kemarin di Jogjakarta Plaza Hotel Jalan H Afandi Yogyakarta. Tujuan dari Lokakarya ini adalah untuk berbagi informasi dan mendiskusikan permasalahan terkait hak dan perlindungan sosial lansia serta merumuskan terobosan dalam penanganan lansia yang inovatif dan terkoordinasi. Lokakarya dikemas sebagai suatu forum diskusi dalam 5 sesi pemaparan dan diskusi dari hasil penelitian empiris berkaitan dengan lanjut usia aktif di Indonesia, dari perspektif pemerintah, serta dari praktisi kelanjutusiaan dan pemangku kepentingan tentang lanjut usia lain.
Sesi 1 diskusi Pemaparan Hasil Studi Empiris tentang Lansia Aktif dan Perlindungan Sosial dengan pemateri Firman Witoelar PhD (judul: Kondisi Ekonomi dan Kesehatan Lansia: Kajian Empiris) dan Edy Purwanto SP, MSc (judul: Menuju Indeks Penuaan Aktif: Sebuah Eksplorasi). Keduanya merupakan peneliti dari SurveyMETER. Dua kajian pemateri merupakan hasil analisa data dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) 1993-2007. Pemimpin diskusi sesi ini adalah Dr Aris Ananta PhD, peneliti dari Institute of South East Asian Studies Singapore ((ISEAS).
Di antara yang cukup seru pada sesi ini adalah diskusi panjang mengenai indeks penuaan aktif. Diakui bahwa indeks penuaan aktif ini merupakan yang pertama di Indonesia. Namun 7 dimensi lansia yang menjadi alat ukur active ageing masih harus dieksplorasi lagi mengingat perbedaan karakter antara lansia Indonesia dan di negara-negara maju dalam Global Agewatch Index 2013 yang dijadikan perbandingan. Sehingga perlu didiskusikan kembali pemberian bobot setiap domain agar lebih sesuai untuk kondisi Indonesia.
Di antara hasil eksplorasi ini menunjukan domain participation in society memiliki nilai yang jauh lebih rendah sehingga perlu diberikan kesempatan yang lebih mudah kepada lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Sementara domain employment memiliki persentase kontribusi yang paling tinggi. Karena dilihat dari jaminan sosial, lansia harus bekerja karena tidak mampu sehingga harus bekerja. Tantangannya adalah upaya peningkatan kesejahteraan untuk lansia agar berkurang aktivitas bekerjanya, atau sebaliknya, perlu diciptakan lapangan kerja yang dapat menampung lansia kembali. Sehingga kondisi yang paling ideal dan diharapkan adalah memiliki jaminan masa tua bagi lansia dan di sisi lain menyediakan lapangan kerja bagi lansia yang masih ingin bekerja.
Sesi 2 diskusi Pemaparan Program Keluarga dan Lansia Tangguh dan Skema Perlindungan Sosial bagi Lansia, Tantangan dan Hambatannya. Pemateri Dra Elisabeth Kuji sebagai Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN (judul: Pendampingan Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam Menjadikan Lansia Tangguh) dan Bapak Nuim Mubarok sebagai Kepala Departemen Aktuaria dan Manajemen Resiko BPJS Kesehatan (judul: Skema Perlindungan Sosial bagi Lansia dalam JKN, Tantangan dan Hambatannya). Diskusi panel sesi ini dipimpin oleh Prof Tri Budi W Rahardjo dari Centre for Ageing Studies University of Indonesia (CAS UI).
Sesi 3 diskusi tentang Penanganan Lansia Berbasis Keluarga dengan pemateri Dra Eva AJ Sabdono MBA dari Yayasan Emong Lansia UI (judul: Penanganan Lansia dalam Keluarga) dan pemimpin diskusi Prof Mayling Oey Gardiner PhD. Pemateri kedua Dra Tuti Haryati MM sebagai Direktur Pelayanan Lanjut Usia Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos RI secara mendadak urung hadir.
Sesi 4 diskusi tentang Penanganan Lansia Berbasis Masyarakat menampilkan 3 pemapar. Yaitu Dr Didik Suprayitno MM yang merupakan Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Sumber Daya Manusia dan Kependudukan (judul: Penanganan Lansia dan Sistem Pemerintahan NKRI), Dr Vivi Yuliaswati MSc sebagai Direktur Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Kementerian PPN/BAPPENAS (judul: Perlindungan Sosial Lanjut Usia), dan H Sudiman SAg, MPd.I ketua Yayasan Melati Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (judul: Bangun Masyarakat Peduli Lansia). Diskusi sesi ini dipimpin oleh moderator Prof Dr Clara Meliyanti Kusharto dari Silver College Indonesia.
Sesi 5 diskusi pemaparan bagaimana Mencari Solusi Penanganan Lanjut Usia yang Inovatif dan Terkoordinasi dengan pemateri Dr Ir Adhi Santika MS, SH sebagai Ketua Pokja III Komnas Lansia 2010-2014 (judul: Mencari Solusi Penanganan Lanjut Usia yang Inovatif dan Terkoordinasi) dan Prof dr Fasli Jalal PhD, SpGK sebagai kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (judul: Tantangan dan Peluang Dalam Mewujudkan Lansia Tangguh). Diskusi dipimpin moderator Dr Nugroho Abikusno dari InResAge Universitas Trisakti dan NB CMS UI Jakarta.
Sesi terakhir ini cukup seru juga kerana menyangkut eksistensi Komnas Lansia yang kebetulan masih vakum. Adhi Santika menawarkan 3 metode dalam penanganan lansia di Indonesia yang seperti 7 mozaik berserakan. Pertama, metode evaluasi terhadap produk hukum, peran stakeholder, lembaga tinggi negara dll, serta evaluasi program, kebijakan dan kegiatan pemerintah dalam kelanjutusiaan. Kedua, metode pendekatan: indikator. Ketiga, metode pendekatan: yuridis. Adhi Santika juga menawarkan 4 alternatif solusi. Yaitu pengarusutamaan lintas sektoral dan lintas generasi dan berbagi masalah kelanjutusiaan dengan sektor swasta serta pengarusutamaan peran lansia, pendekatan hak (right based approach), perkuat Komnas Lansia dalam rekrutmen anggota (revisi Kepres No. 52), dan perkuat data kelanjutusiaan.
Sementara Prof Fasli Jalal menyampaikan penanganan lansia lebih efektif kalau dimulai di level daerah. Bagaimana para stakeholder meyakinkan calon-calon kepala daerah yang diusung untuk memerangi isu kependudukan dan KB.
Kesimpulan lokakarya disampaikan oleh Dr Evi Nurvidya Arifin dari Institute of South East Asian Studies Singapore ((ISEAS). Pertama, yaitu keeksistensian Komnas Lansia sebagai aparat pemerintahan yang memayungi semua. Kedua, ageing population adalah the mega demographic trend kerena lajunya yang sangat cepat dan jumlahnya sangat besar. Ketiga, Indonesia mengalami ageing population di saat negara sedang merangkak menjadi sebuah negara yang berpendapatan tinggi, kita tua sebelum kaya. Di Eropa, ageing population terjadi saat ekonominya kaya, mereka kaya sebelum tua. Pertanyaannya, bagaimana cara membiayai semua kebutuhan kelanjutusiaan manakala kita nggak punya uang. Ikhtiarnya adalah seperti bahasan lokakarya ini; bagaimana menjadi active ageing (menua dengan aktif) bukan lansia aktif. Isu ini harus menjadi isu semua kelompok umur; bagaimana menjadi orang tua yang tangguh. Jadi kesimpulan dari semua presentasi adalah “untuk menjadikan lansia menua secara aktif, sehat, tangguh, dan terlindungi”.
Petisi Masyarakat Peduli Lansia
Salah satu hasil spontan dari skenario lokakarya ini adalah lahirnya “Petisi Masyarakat Peduli Lansia” yang disampaikan dan ditandatangani peserta lokakarya di sela sesi 5. Petisi ini menyoroti peran Komisi Nasional Lanjut Usia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lansia. Komnas Lansia terbukti memberikan sumbangsih yang besar dalam fungsinya membantu presiden dalam mengkoordinasikan pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia serta memberikan saran presiden dalam menyusun kebijakan-kebijakan upaya peningkatan sosial lanjut usia. Namun Komnas Lansia periode 2015-2019 masih belum juga dilantik oleh presiden. (JF)