Dampak Covid-19 Terhadap Pendidikan Anak
Jumat, 03/07/2020SurveyMETERSetyo Pujiastuti, S.Sos., M.Si.

Saat ini Dunia digegerkan oleh wabah Virus Corona atau Covid-19, tak terkecuali Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah kebijakan untuk memutus rantai penularan Covid-19. Kebijakan utamanya adalah memprioritaskan kesehatan dan keselamatan rakyat. Bekerja, beribadah dan belajar dari rumah.
UNESCO menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 mengancam 577.305.660 pelajar dari pendidikan pra-sekolah dasar hingga menengah atas dan 86.034.287 pelajar dari pendidikan tinggi di seluruh dunia. Seperti kebijakan yang diambil berbagai negara yang terdampak penyakit covid-19, Indonesia meliburkan seluruh aktivitas pendidikan. Hal tersebut membuat pemerintah dan lembaga terkait menghadirkan alternatif proses pendidikan bagi peserta didik dengan belajar mengajar jarak jauh atau belajar online atau belajar dari rumah dengan pendampingan orang tua.
Penerapan kebijakan belajar mengajar jarak jauh dari rumah atau belajar online nampaknya tidak menjadi masalah bagi sebagian perguruan tinggi yang sudah memiliki sistem akademik berbasis daring. Menjadi masalah bagi sebagian perguruan tinggi lain yang tidak memiliki sistem tersebut.
Di level pendidikan dasar, menengah dan atas secara teknis proses pembelajaran jarak jauh juga banyak mengalami kendala. Peserta didik dari keluarga yang tidak memiliki akses internet atau bahkan tidak memiliki handphone akan ketinggalan pembelajaran ketika tugas belajar disampaikan melalui aplikasi WhatsApp atau yang lainnya. Menyikapi kondisi seperti itu, pihak sekolah seyogyanya memberikan kebijaksanaan, misalnya dengan memberikan tugas dalam bentuk kertas kerja.
Selain itu dampak lain dirasakan oleh peserta didik dari belajar dari rumah adalah beban pelajaran terlalu banyak. Pada saat yang sama peserta didik dituntut untuk dapat mencermati dan mempelajari materi pelajaran sendiri dengan cepat. Kalaupun diberikan ruang bertanya kepada guru melalui pesan aplikasi WhatsApp itu dirasakan tidak cukup waktu. Dan, yang paling mudah diamati oleh orang tua peserta didik, belajar mengajar dari rumah juga membuat peserta didik menjadi gampang bosan karena tidak bisa berinteraksi langsung dengan guru dan teman-temannya.
Karena itu, dengan belajar dari rumah, orang tua dituntut untuk memaksimalkan perannya dalam mendampingi putra-putrinya. Terutama jika mereka masih usia pra-sekolah dasar dan sekolah dasar. Karena di usianya sifat mereka unik, energik, aktif, manja dan egosentris (keakuan) tinggi. Di sinilah orang tua seyogyanya dapat menyelami karakter putra-putrinya sehingga pendampingan proses pembelajaran dari rumah berlangsung dengan baik dan menyenangkan.
Pembelajaran di rumah memungkinkan sebagian orang tua stress dalam mendampingi anak apabila kurang memahami karakter anak. Orang tua merasa bahwa anak susah diatur, maunya main saja, malas belajar. Selain menghadapi perilaku anak dalam mendampingi belajar di rumah, orang tua juga dituntut dapat menjelaskan banyak hal terkait dengan materi pelajaran, sementara tidak semua orang tua siap untuk itu. Belum lagi jika anaknya banyak dan orang tua harus bekerja untuk mencari nafkah, orang tua menjadi lebih pusing.
Tak jarang ditemukan orang tua memberikan pendampingan belajar kepada putra-putrinya dengan cara keras, mengancam, memaksakan kehendak, atau bahkan dengan memukul jika anak tidak menurut. Jika hal ini terjadi setiap hari maka ini akan menjadi momok bagi anak dalam belajar, meskipun tujuan orang tua baik supaya anak disiplin dan pandai. Pola asuh yang demikian akan membentuk anak menjadi penakut, pemalu, pendiam, gemar melanggar aturan, pendendam dan kurang memiliki inisiatif.
Oleh sebab itu orang tua harus berhati-hati dalam melakukan pendekatan selama mendampingi anak belajar di rumah. Orang tua seyogyanya dapat memperlakukan anak dengan kasih sayang, sabar, menerima anak apa adanya, tidak menghakimi, tidak memaksakan kehendak, memberikan kebebasan dan menghargai, serta toleransi putra-putrinya. Dengan demikian tidak akan ditemui momok pendidikan yang menakutkan sebaliknya akan tercipta suasana belajar yang menyenangkan selama belajar di rumah.
________
*Tulisan pertama kali dipublikasikan di rubrik “INSPIRASI UNTUK KEBIJAKAN” SKH Kedaulatan Rakyat, Edisi Jumat 03 Juli 2020. Untuk melihat versi koran cetak silahkan klik di sini.
Prevalensi dan Faktor Risiko Demensia dan Pengetahuan Pengasuh Sejak Dini Tentang Gejala Penyakit Alzheimer
Jumlah penderita demensia di Indonesia diproyeksikan meningkat secara signifikan. Meskipun demikian, belum ada data valid yang menjelaskan mengenai prevalensi demensia. Penelitian yang dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Desember 2015 ini adalah studi pertama yang mendapatkan prevalensi, faktor risiko demensia dan untuk menggambarkan pengetahuan pengasuh tentang gejala awal Penyakit Alzheimer (AD).
Pandemi dan Beban Lingkungan
Jumat, 26/06/2020YogyakartaIka Yulia Wijayanti, S.E., M.Sc.
Karantina wilayah dan pembatasan aktivitas sebagai respon dari pandemi Covid-19 sempat memberi dampak positif bagi peningkatan kualitas udara secara global. Namun, sesungguhnya pandemi menunjukkan masalah mendasar yang sedang dihadapi lingkungan.
Sebagai contoh, Jakarta sempat mengalami penurunan kadar karbondioksida (CO2) yang bersumber dari kendaraan bermotor selama kurun waktu Februari-Maret. Sayangnya, hal tersebut hanya berlangsung singkat. Kemacetan kendaraan bermotor seiring diberlakukannya kondisi normal baru (new normal) akan membawa kadar CO2 kembali ke kisaran normal.
Peningkatan kualitas udara selama karantina wilayah sulit dipertahankan lebih lama karena perubahan yang terjadi tidak bersifat struktural seperti beralihnya penggunaan energi berbahan dasar fosil yang tinggi polutan ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Turunnya harga minyak dunia akibat berkurangnya permintaan turut mengonfirmasi fakta tersebut.
Padahal jika penurunan tingkat polusi dapat dipertahankan, manfaatnya akan jauh lebih besar. Penelitian Marshall Burke, seorang professor Stanford University, menunjukkan bahwa penurunan polusi udara selama karantina wilayah akan menyelamatkan manusia dari kematian dini akibat paparan polusi dalam jumlah yang lebih besar daripada kematian yang diakibatkan oleh Covid-19 di China. Hasil penelitian tersebut diharapkan menjadi bahan evaluasi atas perilaku manusia dalam kondisi normal yang membebani lingkungan.
Pada masa pandemi, gerakan mengurangi sampah plastik cenderung dikesampingkan karena ketakutan masyarakat bahwa virus dapat bertahan di benda-benda tertentu selama beberapa waktu. Penggunaan masker dan sarung tangan sekali pakai oleh masyarakat umum juga turut meningkatkan sampah rumah tangga.
Sementara itu, penanganan pasien Covid-19 membawa konsekuensi melimpahnya limbah medis. Kementerian Lingkungan Hidup RI memprediksi adanya peningkatan limbah infeksius sebesar 30 persen dibandingkan kondisi sebelum pandemi. Di tengah kurangnya fasilitas pengolahan limbah berbahaya seperti insinerator, peningkatan limbah medis di Indonesia berpotensi memunculkan masalah serius seperti pengolahan limbah medis ilegal.
Jika ditelisik lebih jauh, misteri penyebab pandemi sangat mungkin terkait dengan krisis lingkungan yang sedang terjadi. Covid-19 menjadi pandemi global karena penularannya yang cepat dari manusia ke manusia melalui cairan (droplets). Namun demikian, menurut laporan misi kerjasama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pemerintah China, SARS-CoV-2 sebagai pemicu Covid-19 adalah virus zoonotik. Artinya, virus tersebut pada awalnya ditularkan dari hewan ke manusia.
Kemunculan virus zoonotik terkait erat dengan kondisi ekosistem lingkungan dimana manusia dan hewan berbagi tempat hidup. Keanekaragaman hayati yang rusak dan perubahan iklim mendorong munculnya patogen yang semakin kuat akibat proses adaptasi terhadap tekanan lingkungan. Sementara itu, kontak satwa liar dengan manusia memperbesar potensi penularan kepada manusia.
New normal bagi lingkungan
Pengalaman berperang melawan penyakit baru, sejenak merasakan perubahan tingkat polusi, dan potensi meningkatnya sampah yang harus dikelola seharusnya memunculkan kesadaran akan dampak krisis lingkungan dan apa yang harus dilakukan ke depannya. Beberapa langkah perlu dipertimbangkan agar lingkungan turut menikmati new normal yang lebih baik.
Pertama, perubahan perilaku produksi dan konsumsi untuk mencapai peningkatan kualitas udara yang berkelanjutan. Upaya menemukan energi yang ramah lingkungan untuk menggantikan energi tinggi polutan perlu diprioritaskan sebagai investasi jangka panjang. Sementara itu, pengelolaan polutan industri dan penyediaan transportasi umum untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi cukup mendesak dilakukan.
Kedua, perlakuan terhadap sampah dan limbah, baik limbah medis maupun sampah rumah tangga. Gerakan mengurangi sampah plastik harus tetap dilakukan oleh seluruh masyarakat dengan tetap memperhatikan higienitas. Pendataan masyarakat yang menjalani isolasi di rumah seharusnya diikuti oleh mekanisme pengambilan sampah rumah tangga yang berpotensi membahayakan jika dikelola seperti kondisi normal. Tentunya hal ini juga harus diiringi peningkatan kapasitas pengolahan limbah medis melalui insinerator maupun pengolah alternatif lain agar mampu memenuhi kebutuhan pengolahan limbah dari fasilitas pelayanan kesehatan dan sampah rumah tangga yang beresiko.
Ketiga, menjaga kesehatan ekosistem antara lain dengan membiarkan satwa liar tetap pada habitatnya dan menjaga keanekaragaman hayati yang mendukungnya. Regulasi dan penegakan hukum terkait perdagangan satwa liar dan tata guna lahan berperan penting dalam meminimalisir kemungkinan kontak dengan manusia.
________
*Tulisan pertama kali dipublikasikan di rubrik “INSPIRASI UNTUK KEBIJAKAN” SKH Kedaulatan Rakyat, Edisi Jumat 26 Juni 2020. Untuk melihat versi koran cetak silahkan klik di sini.
Video Kegiatan Kader Muda Desa Guwosari Raih Juara 2 Lomba Kementerian PPPA
Selasa, 23/06/2020SurveyMETER
Video pendek berdurasi 2 menit dengan judul “Generasi Muda Peduli Lanjut Usia” yang diproduksi SurveyMETER mendapatkan penghargaan sebagai juara 2 mengkitu Lomba Video dan Tulisan Pendek yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) & Gerakan Sayangi Lansia. Lomba inovasi bertema “Perlindungan Lansia Menuju Lansia Sejahtera, Mandiri, dan Bermartabat melalui Gerakan Sayang Lansia” tersebut merupakan rangkaian peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) ke-24 tahun 2020 yang diperingati setiap tanggal 29 Mei.
Para pemenang lomba diumumkan di akhir pelaksanaan “Webinar Gerakan Sayang Lansia Menuju Lansia Bermartabat di Era New Normal” pada Senin (22/06/2020). Keputusan pemenang dibacakan oleh Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus, Nyimas Aliah, S.E., S.Sos, M.IKom. Webinar menghadirkan pembicara di antaranya 3 menteri PPPA 3 periode sebelumnya, yaitu Menteri PPPA periode 2004-2009, Meutia Hatta Swasono; periode 2009-2014, Linda Amalia Sari Gumelar; periode 2014-2019, Yohana Susana Yembise; Eyang Titiek Puspa; dan lainya.
Video “Generasi Muda Peduli Lanjut Usia” produksi SurveyMETER ikut serta perlombaan atas nama Titis Putri Ambarwati selalu koordinator pelaksana program pendampingan kelanjutusiaan SurveyMETER di Desa Guwosari.
“Video pendek tersebut menceritakan aktivitas para generasi muda di Dusun Watugedug, Desa Guwosari, Bantul, dalam membantu kegiatan layanan kelanjutusiaan dari membantu pelaksanaan posyandu lansia hingga melakukan homecare,” ujar Titis.
Kepedulian, menghormati dan menyayangi lanjut usia adalah cerminan prilaku yang harus terus dipertahankan bangsa dan layak dijadikan contoh siapapun terlebih di masa pandemi ini. Biarlah kita menabur sebanyak mungkin kebaikan dengan melayani orang tua dan para lanjut usia sebagai wujud nyata sikap kepedulian sosial. (JF)
Penanganan COVID-19 di Berbagai Daerah
Jumat, 19/06/2020YogyakartaEdy Purwanto, S.P, M.Sc.
Hingga awal Juni 2020, pandemi Covid-19 memasuki bulan ke-4 sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020 oleh Presiden Jokowi. Berbagai kebijakan pemerintah pusat maupun daerah telah dilaksanakan. Namun, sampai saat ini pemerintah belum memberikan pernyataan secara resmi, kapan pandemi ini selesai. Hingga akhirnya, berdamai dengan virus korona menjadi alternatif penyelesaian agar penyebaran Covid-19 dapat di hambat dan kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan.
Saat ini, belum terlambat untuk melihat berbagai kebijakan yang telah dilaksanakan setiap daerah, melihat kelebihan dan kekurangan serta mengambil pembelajaran untuk melanjutkan penanganan kasus pandemi yang masih berlanjut di beberapa daerah hingga bersiap jika terjadi gelombang ke-2.
DKI Jakarta sebagai daerah awal berkembangnya Covid-19, dengan cepat menerapkan kebijakan PSBB sejak aturan PSBB dikeluarkan oleh pemerintah pusat. DKI Jakarta menerapkan PSBB hingga 3 tahap mulai dari 10 April – 4 Juni 2020. Dari awal PSBB pertama hingga akhir PSBB ke-3 persentase pertumbuhan rata-rata harian menurun dari 5,1% selanjutnya 2,1% dan akhirnya 1,6% di PSBB ke-3. Dengan hasil ini, akhirnya pemerintah DKI Jakarta menerapkan PSBB masa transisi mulai 5 Juni 2020. Masa ini digunakan sebagai masa peralihan menuju new normal.
Jawa Barat juga telah melaksanakan PSBB tahap 1 hingga 3 di beberapa wilayah seperti Depok, Bogor, Bekasi dan Bandung Raya. Pelaksanaan PSBB Jawa barat berhasil menurunkan pertumbuhan rata-rata harian kasus positif Covid-19 dari 4%, 3,2% pada PSBB 2 dan 2,6% pada akhir PSBB 3. Di akhir PSBB 3, Jawa Barat juga tidak memperpanjang PSBB dan penanganan berikutnya diserahkan kepada daerah masing-masing.
Sementara itu, penanganan Covid-19 di Jawa Tengah mengandalkan pada partisipasi masyarakat dengan pembatasan sosial berbasis desa dan tidak ada PSBB wilayah. Dengan kesadaran bersama, masyarakat melakukan penutupan dan penjagaan di wilayah masing-masing. Bahkan, beberapa Kabupaten/Kota menyediakan fasilitas untuk isolasi bagi para pendatang. Dengan kebijakan ini Jawa Tengah berhasil menekan rata-rata harian perkembangan Covid-19 dari 7,5% di bulan April, 2,9% di awal Mei dan menurun hingga 1,1% akhir Mei 2020.
Berbeda dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat yang segera melaksanakan PSBB di awal April, Jawa Timur melaksanakan PSBB mulai 28 April - 9 Juni 2020. PSBB Jawa Timur dilaksanakan di beberapa wilayah meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Sidoarjo. PSBB ini menyusul PSBB Malang Raya yang telah dilaksanakan lebih dulu pada 17-30 Mei 2020. Selama pelaksanaan PSBB di Jawa Timur, rata-rata harian perkembangan Covid-19 masih relatif tinggi yaitu 4,9% di tahap I, 6,9% di tahap II dan 4,2% di tahap ke III.
Meskipun Bali tidak melaksanakan PSBB, namun konsisten melaksanakan kebijakan jaga jarak, bekerja, belajar dan beribadah di rumah. Gubernur menerapkan berbagai kebijakan baik untuk pasien maupun petugas medis. Selain itu petugas melakukan deteksi awal terhadap para penderita secara cepat. Satgas Gotong Royong Desa Adat berperan dalam proses isolasi mandiri. Dengan kebijakan yang diterapkan, Bali berhasil menekan laju perkembangan Covid-19 dan meningkatkan persentase kesembuhan. Rata-rata pertumbuhan kasus per hari adalah 8% di bulan April, 2,6% di awal Mei dan menurun hingga 2% di akhir Mei 2020.
DI Yogyakarta juga tidak melaksanakan PSBB dalam menekan laju penambahan kasus Covid-19. Pemudik dari zone merah harus melaporkan diri ke pemerintah desa dan melakukan isolasi diri selama 14 hari. Partisipasi warga dalam pengawasan isolasi serta menjaga kepatuhan masyarakat di lingkungan masing-masing sangat besar. Kebijakan ini berhasil menekan laju perkembangan Covid-19. Rata-rata persentase pertumbuhan kasus per hari di DIY adalah 4,6% di bulan April, 4,3% di awal Mei dan menurun hingga 1,3% di akhir Mei 2020.
Memperhatikan hasil di atas, terlihat bahwa penerapan PSBB menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Hal ini tentu saja harus diikuti dengan penegakan hukum yang jelas. Selain itu, partisipasi yang tinggi dari masyarakat, menunjukkan hasil yang lebih tinggi dalam menekan laju penyebaran Covid-19. Hasil-hasil diatas dapat menjadi pembelajaran bagi daerah-daerah yang masih harus melaksanakan PSBB di tahap berikutnya maupun usaha lain dalam menghentikan laju pertumbuhan Covid-19 di bulan-bulan mendatang.
________
*Tulisan pertama kali dipublikasikan di rubrik “INSPIRASI UNTUK KEBIJAKAN” SKH Kedaulatan Rakyat, Edisi Jumat 19 Juni 2020. Untuk melihat versi koran cetak silahkan klik di sini.
Tantangan dalam Pembelajaran PAUD pada Masa Pandemi
Senin, 15/06/2020SurveyMETERHendy Puspitha Primasari, SE
KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan meminta selama pandemi Covid-19 ini, guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tidak memberikan tugas macam-macam kepada muridnya. Selama masa pandemi ini, anak-anak diberikan kemerdekaan untuk bermain sepuas-puasnya di rumah. Demikian disampaikan Plt. Direktur Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Pendidikan Anak Usia Dini, Abdoellah dalam video konferensi pada Selasa 31/3/2020 lalu.
Menanggapi himbauan tersebut, tidak sedikit guru PAUD yang kemudian menerapkan pembelajaran dengan metode yang berbeda. Salah satunya seorang guru PAUD di Kab Kulonprogo menyampaikan, sejak adanya himbauan dari Dinas Pendidikan Kab Kulonprogo untuk tidak memberikan materi pembelajaran sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran —semacam acuan untuk mengelola kegiatan bermain dalam upaya mencapai kompetensi dasar, maka dia lebih banyak memberikan tugas dengan materi pembelajaran yang sifatnya pembiasaan.
Materi-materi pembiasaan yang ditugaskan selama pembelajaran di rumah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang selama ini diterapkan di sekolah. Ada tiga tema dalam materi yang diberikan yaitu PHBS, pendidikan karakter dan keagamaan. Materi PHBS misalnya praktek cuci tangan, mandi, gosok gigi, membersihkan perlengkapan makan sendiri. Materi pendidikan karakter misalnya membantu orang tua, berbicara sopan, mengucapkan terima kasih, minta tolong. Sedangkan materi keagamaan contohnya wudhu, sholat, membaca iqro, hafalan surat pendek, berdoa sebelum beraktivitas, dan sebagainya. Materi materi tersebut sesuai dengan kurikulum yang saat ini digunakan, yaitu kurikulum 2013.
Tugas-tugas pembiasaan tersebut diberikan setiap hari melalui WA group dalam bentuk teks instruksi, audio instruksi dan juga video contoh. Selanjutnya orang tua akan mendampingi serta mendokumentasikan kegiatan tersebut dalam bentuk video atau foto dan kemudian dikirimkan ke guru sebagai bahan pemantauan dan penilaian.
Tidak Semudah yang Dibayangkan
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran di rumah dengan metode pembiasaan tidaklah semudah yang dibayangkan. Faktor kurangnya semangat anak dan kurangnya kemampuan orang tua dalam mendampingi anak menjadi tantangan dalam penerapan metode pembiasaan. Seorang kepala sekolah di Bantul menyampaikan kepada penulis, ternyata tidak semua orang tua bisa seperti guru di sekolah. Banyak orang tua tidak telaten, anak biasanya malah dibentak-bentak yang juga efeknya kurang bagus. Mungkin karena keadaan situasi dan kondisi, anak jadi kurang semangat di rumah sehingga jenuh, tidak ada teman-teman, dan tidak ada yang memotivasi. Karena biasanya di sekolah guru menyampaikan pembelajaran diselingi dengan seni, ada tepuk-tepuk, bernyanyi, dan selingan berbagai kreativitas lainnya, sedangkan di rumah cenderung monoton.
Tidak bisa dipungkiri, salah satu sifat anak-anak adalah mereka sangat mudah untuk berubah pikiran dan berubah suasana hatinya (moody). Hal tersebut dikarenakan anak usia dini belum bisa mengontrol diri dengan baik. Kebanyakan dari mereka belum bisa berkomunikasi dengan lancar dan menyampaikan apa yang dirasakan. Hal ini masih ditambah faktor atmosfir belajar anak yang tiba tiba berubah, dari yang biasanya dilakukan bersama teman dengan penuh warna dan kreativitas, sekarang harus dilakukan sendiri dan kurang menarik.
Suasana hati dan emosi anak yang seringkali berubah secara tiba-tiba membuat orang tua merasa bingung dan kewalahan. Tidak semua orang tua paham bagaimana menghadapi anak yang berperilaku tidak sesuai harapan. Dalam situasi ini, tidak jarang orang tua gagal membentuk komunikasi dengan anak. Alih-alih memahami perilaku anak, justru orang tua lebih sering marah dan membentak. Hal ini tentu akan kontradiktif dengan proses pembelajaran yang sedang dilakukan.
Tantangan lain dalam penerapan pembelajaran pembiasaan di rumah adalah pola pikir dan motivasi orang tua. Salah satu contohnya orang tua murid yang diwawancara penulis menyatakan bahwa motivasi menyekolahkan anak di PAUD selama ini lebih sekadar untuk menitipkan anak ketika ditinggal bekerja. Sehingga, saat anak tidak bersekolah dan hanya bermain di rumah, orang tua merasa bahwa ini adalah hal yang sudah seharusnya bagi anak. Motivasi dan pola pikir seperti ini bisa menjadi salah satu penyebab orang tua malas untuk mendampingi anak dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Permasalahan lain yang dialami guru adalah terkait pengamatan dan penilaian. Selama pandemi Covid-19, pengamatan hanya bisa dilakukan dengan melihat video dan foto yang dikirimkan oleh orang tua murid. Hal ini menyebabkan aktivitas pengamatan yang dilakukan oleh guru menjadi sangat terbatas. Seorang kepala TK di Bantul kepada penulis menyampaikan, selama ini tidak bisa memantau sepenuhnya proses penerapan pembelajaran di rumah. Berbeda dengan saat di sekolah, dari pagi sampai siang bisa memantau anak-anak, terutama pembiasaannya semisal hafalan-hafalan. Sekarang dengan situasi ini guru tidak bisa mengulang-ulang lagi hafalannya, sehingga itu menyulitkan. Dari video yang dikirimkan, guru kelas juga tidak bisa melihat secara langsung anak ikut menghafalkan atau tidak.
Sementara, penilaian pada metode pembiasaan adalah dengan teknik penilaian catatan anekdot, yaitu melakukan pengamatan secara penuh kemudian mencatat seluruh fakta, menceritakan situasi yang terjadi, menuliskan apa yang dilakukan anak dan apa yang dikatakan anak. Catatan anekdot ini berfungsi sebagai jurnal kegiatan harian yang memungkinkan untuk mengetahui perkembangan anak. Alhasil dengan adanya keterbatasan pengamatan, bisa dipastikan pencatatan anekdot tidak akan berjalan maksimal. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada validitas penilaian yang dilakukan guru.
Sinergi dan Dukungan
Dari beberapa permasalahan yang diungkapkan oleh guru dan kondisi orang tua murid di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan tidak berjalan dengan mudah. Peran vital orang tua dalam penerapan metode pembiasaan di rumah belum diikuti dengan pemahaman yang cukup tentang bagaimana mendampingi dan membimbing anak sesuai kaidah-kaidah PAUD. Kebingungan orang tua dapat berakibat pada anak mengalami hal-hal yang seharusnya tidak dialami pada usianya. Kesiapan orang tua untuk menciptakan lingkungan belajar menjadi kritis. Sementara pengamatan terbatas yang menyebabkan validitas penilaian berkurang menjadi masalah yang krusial dialami guru.
Kondisi pandemi memang berat untuk semua orang, terlebih bagi orang tua karena beban pikiran dan tanggung jawab bertambah dengan intensitas mendampingi anak dalam pembelajaran di rumah. Namun demikian penting bagi orang tua untuk membuka diri, membuka wawasan dan semangat untuk belajar bagaimana mendampingi anak dalam proses pembelajaran. Saatnya orang tua menyadari bahwa pembelajaran anak saat ini kembali menjadi tanggung jawab orang tua sepenuhnya, kembali ke kodratnya bahwa orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak.
Di sisi lain guru diharapkan mampu menjaga komunikasi dua arah dengan orang tua dan anak didik secara reguler. Diawali dengan memastikan kebutuhan dasar anak terpenuhi, kemudian dilanjutkan dengan berbagi ilmu kiat-kiat mendidik anak sesuai metode pembiasaan di PAUD. Guru harus membuka pintu lebar-lebar menjadi konsultan bagi orang tua dan memupuk kepercayaan diri orang tua.
Dinas Pendidikan harus lebih berperan aktif memberikan dukungan kepada guru dan orang tua murid. Mengambil langkah-langkah inovatif, memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi serta mempertimbangkan cara-cara yang lebih baik lagi, untuk memberikan pendidikan selama masa pandemi ini belum berakhir.
Melewati masa pandemi memang bukan hal yang mudah bagi guru, orang tua dan anak. Akan tetapi semua bergantung pada kemauan. Manakala segala sesuatunya sudah siap, bukan tidak mungkin terwujud PAUD From Home sepenuhnya. ***
Artikel ini dipublikasikan pertama kali di:
http://news.koranbernas.id/berita/detail/tantangan-dalam-pembelajaran-paud-pada-masa-pandemi
Bansos Sembako Kebanyakan Mie Instan, Ini Tinjauan Kesehatan dan Undang-Undangnya
Rabu, 10/06/2020SurveyMETERArief Gunawan, SE
Selama 3 bulan, pemerintah mengucurkan bantuan khususnya sembako bagi warga terdampak Covid-19. Isinya kebanyakan makanan dan minuman dari industri besar. Sejauh mana keberpihakan pada petani/nelayan?
Program bansos sembako selama pandemi sekarang ini masih menggunakan Permensos No.1 Tahun 2013, bukan menggunakan aturan terbaru dari Kemenko PMK jika dilihat dari isi bansos sembako. Hal ini sungguh mengkawatirkan. Program bansos sembako ini akan berlangsung selama 3 bulan, jika masih menggunakan Permensos, maka kebijakan ini tidak akan menumbuhkan ekonomi dari masyarakat di tingkat bawah karena hanya memperluas sektor produksi dari industri makanan saja. Padahal jika dilihat dari isi dan manfaat dari makanan yang dibagikan di Bansos ini seperti mie instan, sarden, kornet, dan lainnya tentu akan membawa dampak negatif dari kesehatan masyarakat sendiri.
Menghadapi wabah COVID-19 pemerintah Indonesia telah menyiapkan sejumlah program yang telah mengalami perluasan target sejak pandemi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (31/3/2020) mengumumkan adanya tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan COVID-19 sebesar Rp 405,1 triliun. Anggaran sebesar Rp 405,1 triliun tersebut akan digunakan salah satunya untuk jaring pengaman sosial atau social safety net (SSN) sebesar Rp 110 trilyun.
Juga bantuan sosial khusus untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta kepala keluarga (KK) warga DKI Jakarta dan 1,6 juta jiwa atau 576 ribu KK warga Bodetabek berupa sembako setara Rp 600.000 per bulan. Tujuan peluncuran program jaring pengaman sosial ini adalah memberikan perhatian besar dan memberikan prioritas utama untuk menjaga pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dan meningkatkan daya beli masyarakat di lapisan bawah.
Pemprov. Jawa Timur membagikan bantuan sosial berupa paket bahan pokok untuk warganya yang terdampak wabah Covid-19. Paket bahan pokok itu dimasukkan dalam satu tas besar berlogo Pemprov. Jatim. Ada 6 jenis item bahan pokok yang dimasukkan di dalam tas tersebut. Isinya, beras premium seberat 5 kilogram, minyak goreng 1 liter, 10 bungkus mi instan, 15 butir telur, gula pasir 1 kilogram, serta paket produk kesehatan berisi vitamin C, cairan hand sanitizer, dan masker.
Paket bantuan sosial itu dikemas di Gedung Jatim Expo di Jalan Ahmad Yani Surabaya. Sejumlah 206 paket sembako yang sedang disiapkan untuk warga Surabaya yang terdampak Covid-19 dan terdaftar dalam sistem radar bansos. Selain itu, ditambah 80 penerima warga Jawa Timur yang baru saja pulang dari Bali. Juga pekan lalu ada 1.900 paket bantuan sosial juga diberikan kepada warga Jawa Timur yang tidak mudik, dan tetap di daerah perantauan di wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Selain paket bantuan sosial, juga diberikan uang tunai sebesar Rp 200.000 per orang selama tiga bulan.
Selain itu Presiden Joko Widodo telah membagikan bantuan sosial berupa sembako ke 15 wilayah di Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19. Adapun isi sembako tersebut berupa 10 kilogram beras, 1 liter minyak goreng, hingga teh kotak.
Dari 15 kota, yang pertama Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung. Bantuan dari Presiden ini berbeda dari Bansos yang diberikan Kementerian Sosial karena bersumber dari anggaran bantuan masyarakat. Bantuan 10 ribu paket sembako untuk warga Surabaya yang terdampak tersebut diterima Wali Kota Surabaya pada Kamis (30/4/2020).
Bantuan dari Presiden akan dialokasikan kepada masyarakat lain terdampak Covid-19 yang belum menerima intervensi apapun dari Pemerintah, misalnya, warga yang kena putus hubungan kerja (PHK), para penjual makanan di sekolah dan berbagai pekerja yang terdampak karena pandemi ini.
Selain bansos sembako ini Pemprov Jatim terkait pangan ada bansos suplemen dan pelapisan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), juga program bantuan pangan/tunai melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Bagi daerah yang kini sedang menerapkan PSBB, untuk Kota Surabaya yang mendapatkan top up dari Pemprov Jatim ada sebanyak 118.758 KPM, yang setara dengan Rp 5,62 miliar.
Sedangkan untuk Kabupaten Sidoarjo yang menerima top-up ini ada sebanyak 6.773 KPM yang setara dengan total nilai Rp 2 miliar. Dan untuk Kabupaten Gresik yang akan menerima bantuan top up ada sebanyak 3.448 KPM atau setara Rp 1 miliar dari program suplemen dan pelapis BPNT ini.
Peraturan tentang Bansos Sembako di Indonesia.
Selama ini untuk masalah bencana menggunakan peraturan dari BNPB, salah satunya peraturan bantuan sembako saat bencana. Tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Dalam Bab 4B tentang bantuan pangan, bantuan pangan diberikan dalam bentuk bahan makanan, atau masakan yang disediakan oleh dapur umum.
Standar minimal bantuan adalah bahan makanan berupa beras 400 gram per orang per hari atau bahan makanan pokok lainnya dan bahan lauk pauk atau makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan siap saji sebanyak 2 kali makan dalam sehari. Bantuan makanan setara dengan 2.100 kilo kalori (kkal).
Selain peraturan di atas juga ada peaturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial yaitu Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2013 tentang Bantuan Sosial Bagi Korban Bencana. Dalam Pasal 4 yakni bantuan langsung yang diberikan kepada korban bencana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, berupa sandang, pangan, dan papan. Bantuan pangan itu bantuan langsung dalam bentuk pangan terdiri atas: beras, mie instan, ikan/daging kemasan, kecap kemasan, sambal kemasan, minyak goreng kemasan, makanan siap saji, dan/atau makanan lainnya sesuai kebutuhan.
Sekarang ada peraturan bantuan sosial tentang pangan setelah dikeluarkannya Program Sosial Kartu Sembako yang dikeluarkan oleh Tim Pengendali Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai yang berada Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam bentuk “PEDOMAN UMUM PROGRAM SEMBAKO 2020”. Diatur juga tentang bantuan sosial sembako ini.
Peraturan ini berisi besaran manfaat program Sembako adalah Rp150.000/KPM/bulan. Bantuan tersebut tidak dapat diambil tunai dan hanya dapat ditukarkan dengan bahan pangan yang ditentukan untuk program Sembako di e-Warong. Bahan pangan yang dapat dibeli di e-Warong menggunakan dana bantuan program sembako adalah: sumber karbohidrat meliputi: beras atau bahan pangan lokal seperti jagung pipilan dan sagu. Juga sumber protein hewani: telur, daging sapi, ayam, ikan atau sumber protein nabati: kacang-kacangan termasuk tempe dan tahu. Dan juga sumber vitamin dan mineral: sayur-mayur, buah-buahan.
Risiko Mengonsumsi Makanan Instan
Dikutip dari Kompas.com tanggal 22/05/2019, berdasarkan data dari World Instant Noodles Association, penduduk Indonesia mengonsumsi 12,54 miliar porsi mie instan sepanjang tahun 2018, melampaui Jepang dan India. Angka konsumsi yang tinggi tersebut memunculkan pertanyaan, apakah mie instan baik untuk tubuh?
Mie instan umumnya terbuat dari bahan dasar tepung terigu, dilengkapi dengan bumbu yang mengandung garam, rempah, dan MSG. juga memiliki kalori tinggi dari kandungan karbohidrat, lemak, dan natrium dan mineral lain seperti mangan dan zat besi, dan diperkuat dengan vitamin, seperti vitamin B1, B2, B3, dan B9. Meski demikian, konsumsi mie instan berlebih berpotensi menimbulkan beberapa penyakit. Kandungan natrium tinggi dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah, sedangkan karbohidrat yang tinggi menyebabkan indeks glikemik mie instan menjadi besar, sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah. Inilah yang melatarbelakangi imbauan untuk membatasi konsumsi mie instan.
Mengenai konsumsi sarden atau produk ikan dalam kaleng, banyak yang bilang kandungan gizi ikan sarden kalengan sudah tak ada lagi. Meski secara alamiah, ikan sarden kaya akan vitamin dan mineral. Dalam buku Tabel Komposisi Pangan Indonesia dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia yang diterbitkan tahun 2009, ikan kaleng atau sarden ini memiliki nilai protein yang cukup tinggi. Disebutkan bahwa sarden kalengan mengandung 72,7 gram, energi 109 kkal, protein 19,9 gram, lemak 1,8 gram, dan karbohidrat 3,4 gram. Hanya saja nilai gizinya ini dikatakan menurun dengan jumlah gizinya saat masih segar.
Meski kandungan nutrisinya serupa, tetapi makanan kalengan tentunya ditambahkan bahan kimia selama proses pengemasan. Bahan kimia yang digunakan dalam pengemasan salah satunya adalah BPA (bisphenol-A). Walaupun hanya sedikit, tetapi BPA yang ada di kaleng kemasan ikan sarden dapat berpindah ke makanan yang dikonsumsi. Terdapat penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara asupan BPA terhadap risiko penyakit jantung, diabetes mellitus tipe 2, dan disfungsi seksual pada pria. Tidak hanya BPA, juga ditemukan tambahan gula, garam, dan pengawet di dalam ikan sarden kalengan, dengan tambahan gula dan garam, ini bisa berdampak buruk pada beberapa kondisi seperti diabetes dan tekanan darah tinggi.
Dari adanya keterangan di atas bisa dibayangkan jika program bansos sembako ini akan berjalan selama 3 bulan. Sejumlah 1,7 juta keluarga penerima sembako mengonsumsi makanan instan secara rutin. Setelah masa pandemi bisa dibayangkan apa yang terjadi pada kesehatan masyarakat. Kekhawatirannya, akan terjadi lonjakan penderita hipertensi dan masalah kesehatan lainnya. Kebanyakan dari mereka adalah penerima BPJS PBI (penerima bantuan iuran) yang tentunya juga akan menguras pembiayaan kesehatan dari pemerintah sendiri.
Andai Bisa Diganti Bantuan Ikan Segar
Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, bisa dibayangkan jika bansos mie instan dan sarden ini diganti dengan makanan karbohidrat lokal dan ikan segar atau asin sesuai dari aturan program sembako dari Kemenko PMK, maka produksi dari usaha pertanian dan perikanan dari petani dan nelayan Indonesia pasti akan bertambah, dan tentu saja terjadi pergerakan ekonomi di tingkat masyarakat bawah (dengan cara kerja masih mengikuti protokol kesehatan selama pandemi ini).
Artinya daya beli masyarakat juga tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Selama pandemi ini timbul permasalahan di usaha pertanian dan perikanan masyarakat seperti distribusi hasil pertanian terkendala PSBB, lesunya permintaan, dan menurunnya harga produk pertanian di masa panen raya, yang berakibat petani yang paling terpukul akibat kondisi ini.
Sebagai gambaran, kebijakan PSBB membuat permintaan ayam, yang didominasi oleh pemilik rumah makan, anjlok sampai 30 persen, padahal, biaya produksi di peternakan tetap. Harga telur dan ikan pun terjun bebas. Seperti yang ditulis Kontan.co.id, Jumat, 24 April 2020 disebutkan bahwa industri pengalengan ikan merupakan salah satu sektor yang mendapat keberkahan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, permintaan terhadap produk olahan di sektor tersebut cenderung semakin meningkat khususnya untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat. Selain diserap melalui pasar ekspor, ritel dan online, olahan ikan kaleng dimanfaatkan sebagai salah satu produk bantuan sosial ke masyarakat, meskipun ada tantangan juga, antara lain kenaikan harga kaleng, pasta saus dan terigu pengental yang diimpor serta berkurangnya bahan baku ikan yang diimpor dari negara yang memberlakukan lockdown.
Seandainya hasil pertanian dan perikanan dari produksi masyarakat sendiri yang bisa untuk mengisi Bansos sembako sesuai peraturan kemenko PMK yang di pakai selama pandemi ini, tentu keadanan ini tidak terjadi lagi, karena pastinya pertumbuhan ekonomi masyarakat sendiri akan tumbuh dan terjaga aspek produksi untuk usaha pertanian dan perikanan sesuai harapan dari adanya tujuan Bansos ini.
Artikel ini dipublikasikan pertama kali di:
Ikuti Protokol Kesehatan dengan Baik
Selasa, 09/06/2020YogyakartaEdy Purwanto, S.P, M.Sc.
MELALUI Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, pemerintah menyatakan bahwa Bali, Yogya dan Kepulauan Riau menjadi proyek percontohan pertama penerapan protocol new normal dalam rangka pemulihan ekonomi di sektor pariwisata yang terpuruk akibat pandemi virus Korona.
Memperhatikan rencana tersebut, sebagai warga Yogya, marilah kita mencoba untuk mencermati perkembangan kasus Covid-19 di DIY, tingkat nasional serta beberapa daerah di sekitar kita. Dengan demikian kita mendapatkan gambaran yang lebih utuh dari perkembangan Covid-19 di DIY dalam rangka kesiapan kita menyambut pembukaan kembali wisata candi khususnya, dan kehidupan new normal pada umumnya nanti.
Dengan melakukan analisis data di covid19.go.id kita mendapatkan update perkembangan Covid-19 hingga akhir Mei 2020. Penambahan kasus positif rata-rata perhari di minggu terakhir Mei tingkat nasional sebesar 583 kasus. Jika dinyatakan dalam persentase pertumbuhan (penambahan kasus perhari/jumlah kasus hingga hari tersebut) x 100 %), nilai ini setara dengan 2,5 %. Sementara itu, persentase kesembuhan mencapai 25,2 %.
Tidak seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur, DI Yogyakarta justru tidak melaksanakan PSBB dalam menekan laju penambahan kasus Covid-19. Gubernur DIY Sri Sultan HB X tidak melarang pemudik masuk ke wilayah DIY. Namun mereka yang mudik dari daerah zona merah harus melaporkan diri ke pemerintah desa setempat dan melakukan isolasi diri selama 14 hari. Hal ini didukung partisipasi warga yang sudah melakukan inisiatif penutupan di beberapa portal dusun/kampung untuk mempermudah pengecekan orang yang masuk ke wilayah masing-masing. Selanjutnya, mereka yang dinyatakan berstatus sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) diisolasi, selalu diawasi serta diberikan vitamin untuk antibodi.
Selain hal tersebut, protokol baku pencegahan Covid-19 seperti pemakaian masker saat keluar rumah dan cuci tangan telah dijalankan dengan baik. Hal ini terlihat dari setiap rumah, toko, warung dan berbagai tempat layanan umum, menyediakan air dan sabun untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki tempat tersebut. Kebijakan ini terbukti berhasil menekan laju perkembangan Covid-19 dan meningkatkan persentase kesembuhan.
Namun demikian, masih ada tingkat perkembangan rata-rata harian 0,5 %. Hal ini tentu masih menjadi potensi untuk berkembangnya Covid-19. Dengan demikian, jika pembukaan wisata candi khususnya dan wisata Yogya umumnya benar-benar diberlakukan, maka masyarakat harus tetap sadar bahwa perkembangan Covid-19 masih terbuka. Jadi tetap harus mengikuti protocol kesehatan pemerintah dengan sebaik-baiknya.
_______
*Tulisan pertama kali dipublikasikan di rubrik "Pikiran Pembaca” SKH Kedaulatan Rakyat, Edisi Senin 08 Juni 2020. Untuk melihat versi koran cetak tulisan silahkan klik di sini.
Upaya Menyelamatkan Petani di Tengah Pandemi
Minggu, 31/05/2020YogyakartaNaryanta
Sampai hari ini penyebaran Covid-19 di Indonesia masih menjadi persoalan besar. Angkanya terus bertambah dan belum ada tanda-tanda akan mengalami penurunan. Data per tanggal 18 Mei 2020, pasien positif Covid-19 di Indonesia menyentuh angka 18.010 kasus, di mana 1.191 di antaranya meninggal dunia.
Namun begitu, kondisi ini terlihat belum membatasi aktivitas petani di hampir seluruh wilayah Indonesia. Seperti terlihat di Kabupaten Purworejo misalnya. Meskipun Purworejo saat ini merupakan kabupaten dengan angka Covid-19 tertinggi di Jawa Tengah (68 kasus positif), namun para petani terlihat masih beraktivitas seperti biasa. Para petani bahkan banyak yang masih bekerja tanpa menggunakan masker ataupun menerapkan anjuran untuk menjaga jarak. Memang aktivitas seremonial pertanian seperti pertemuan kelompok tani, dan semacamnya untuk sementara waktu ditiadakan.
Petani bukan tidak mengalami masalah di tengah pandemi ini. Petani padi saat ini dihadapkan pada masalah turunnya hasil panen akibat serangan hama dan penyakit. Seorang petani padi di Kecamatan Pituruh bahkan mengaku hasil panen padi saat ini turun hingga 90%. Lahan seluas 1 ering (sekitar 1750 meter persegi) yang biasanya menghasilkan 8 kuintal hingga 1 ton gabah, panen kali ini hanya mendapatkan 1 kuintal saja.
Lain halnya dengan yang dialami petani sayuran dan buah-buahan. Hasil panen kali ini cukup melimpah. Hal ini didasari atas pengalaman sebelumnya, di mana harga sayuran dan buah-buahan akan mencapai puncaknya saat bulan puasa dan lebaran. Sehingga banyak petani sengaja menanam dengan harapan bisa panen raya sekarang.
Permasalahan utama yang dihadapi petani sekarang adalah susahnya menjual hasil panen dengan harga yang wajar. Seorang petani padi dari Kecamatan Butuh mengatakan, harga gabah sekarang Rp. 450.000 hingga 460.000/kuintal. Padahal dalam kondisi biasa harganya Rp. 500.000/kuintal. Bahkan di saat paceklik bisa sampai Rp. 600.000/kuintal. Cabe dihargai Rp.12.500/kg, jauh dari yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp. 35.000/kg.
Beban petani terasa semakin berat dengan adanya kenaikan harga pupuk dan obat-obatan. Muhtarom, petani di Kecamatan Bayan mengeluhkan adanya kenaikan harga pupuk. Satu sak pupuk urea yang biasanya seharga Rp.90.000 sekarang naik menjadi Rp. 95.000/sak. Harga pupuk hitam yang biasanya Rp. 100.000/sak naik menjadi Rp.110.000/sak. Kondisi tersebut memang tidak ada kaitan langsung dengan pandemi Covid-19, namun karena terjadi di tengah masa pandemi, hal ini menjadi pukulan tersendiri bagi para petani.
Di sisi lain, pemerintah sedang giat berupaya memutus rantai penyebaran virus Covid-19, dengan mengeluarkan berbagai kebijakan baru PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), pembatasan jam buka pasar, penutupan tempat-tempat wisata, hotel, dan restoran, larangan mudik, dan lain sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut telah banyak memberikan dampak bagi petani.
Meskipun dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 disebutkan pengecualian bagi angkutan pangan, kondisi di lapangan bisa saja berbeda. Bahkan di Lamongan disebutkan ada pemerintah desa yang melakukan pembatasan bagi orang luar yang hendak masuk wilayahnya sebagai antisipasi penyebaran COVID-19. Pembatasan tersebut berlaku juga bagi pedagang yang hendak membeli hasil panen, harus diperiksa dan dikarantina terlebih dahulu oleh pihak desa. Dampaknya, pedagang yang niatnya membeli hasil petani itu enggan masuk ke wilayah tersebut.
Kebijakan penutupan hotel, restoran, dan tempat wisata membuat pasokan sayur-sayuran dan buah-buahan tersendat. Sebelumnya, tempat-tempat tersebut merupakan pasar yang cukup favorit untuk komoditas sayuran dan buah-buahan.
Kebijakan larangan mudik bagi perantau ikut memberi dampak tersendiri. Bagi masyarakat Purworejo bagian selatan yang merupakan sentra budidaya tanaman sayuran dan buah-buahan, biasanya akan menjual komoditas hasil panennya di kios-kios sepanjang jalan Deandles yang merupakan jalur pemudik dari wilayah Jabodetabek. Terjadi penurunan penjualan yang cukup signifikan akibat tidak ada lagi pemudik yang melewati jalur tersebut. Tak jarang mereka harus menjual dengan harga rendah, dari pada dibiarkan membusuk. Bahkan banyak di antara kios-kios tersebut yang sekarang memilih menutup usahanya.
Di Kabupaten Malang, rencana pemberlakuan PSBB oleh Gubernur Jawa Timur, disambut masyarakat petani sayur dengan membagi-bagikan secara gratis sayuran hasil tani mereka seperti sawi, bayam, dan lain-lain kepada masyarakat yang melintas di sepanjang jalan raya Kedungrejo (Jumat, 17/05/ 2020). Sejumlah petani sayur bahkan memilih memarkir sepeda motor sayurnya di atas jembatan dan membuang ikatan-ikatan sayuran itu ke aliran sungai sebagai bentuk kekecewaan mereka.
Langkah kongkret harus segera dilakukan untuk menyelamatkan nasib petani. Tidak semua harus bergantung pada kebijakan pusat. Pemerintah telah memberikan kewenangan kepada desa, untuk mengalokasikan hingga 20% dana desa yang ada dalam bentuk Bansos Covid-19. Desa bisa melakukan pembelian hasil panen petaninya dengan harga yang wajar untuk kemudian dikembalikan lagi ke warga terdampak melalui program Bansosnya.
Sayuran dan buah-buahan yang sifatnya lebih cepat busuk dapat dibeli oleh BUMDes untuk diolah lebih lanjut menjadi produk yang lebih tahan lama, seperti saus, manisan, dan lain-lain. Akan lebih bagus lagi dalam pengolahannya mengoptimalkan tenaga kerja setempat dengan dikerjakan di rumah masing-masing. Solusi tersebut akan aman karena tetap bisa menjaga jarak, sekaligus dapat menambah penghasilan warga di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi.
Desa juga bisa memfasilitasi untuk pengadaan market center sebagai tempat transaksi jual beli antara petani dengan pedagang yang akan membeli hasil panen. Membantu menyebarkan informasi keberadaannya ke pedagang-pedagang. Tempat tersebut selalu diawasi sehingga tujuan pihak desa dalam upaya mencegah penularan Covid-19 tetap dapat terpenuhi.
Bagaimanapun juga menyelamatkan petani adalah tanggung jawab bersama. Peran petani sangatlah vital dalam penyediaan pangan seluruh bangsa. Dengan indikator rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga masih sekitar 50 persen dari total pengeluaran, maka dapat dikatakan pangan adalah penentu hidup-matinya rata-rata rumah tangga Indonesia.
Artikel ini dipublikasikan pertama kali di:
https://www.harianjateng.com/read/2020/05/30/upaya-menyelamatkan-petani-di-tengah-pandemi/
Survey Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kondisi Kesehatan Mental
Pandemi Covid19 membawa dampak yang cukup besar pada kehidupan, baik secara ekonomi maupun mental. Kekhawatiran karena takut tertular ditambah dengan masalah finansial, pekerjaan, masa depan dan kondisi setelah pandemi mengakibatkan banyak orang merasa bingung, cemas, stres dan bahkan frustasi. Hal ini rentan mengganggu kesehatan tubuh dan pikiran. Dibutuhkan penanganan yang tepat agar tingkat kekhawatiran tidak menjadi berlebihan dan menjurus ke tingkat yang berbahaya.