Belajar Merayu Lansia dari Karanglansia Rahayu

Kamis, 19/11/2015SurveyMETERJejen Fauzan*

causes

“Kabahagiaan paling tinggi yang tak terkira adalah ketika saya melihat meraka bahagia. Ketika lanjut usia buta mendengar suara saya, spontan memanggil saya bunda. Coba kalau mereka ketemu pejabat, paling hanya memanggil bapak, ibu.”

Itulah sebagian kata-kata penutup obrolan sharing dengan Frida Citra Dewi. Pendiri Karanglansia Rahayu, Kelurahan Desa Danginpuri Kangin, Kota Denpasar. Kalimat itu menegaskan kembali perkenalannya di awal. Mengenai hal yang mendorongnya untuk menginisiasi pendirin komunitas lanjut usia yang mencakup satu kelurahan. Kami sengaja menemuinya untuk lebih tahu dari sekadar memastikan bagaimana sebuah hasil disemanasi Studi Asesmen Kapasitas Kota Lansia (dilakukan tahun 2013 dengan salah satu sampelnya Kota Denpasar) yang disampaikan tahun lalu, menginspirasi kebijakan kelanjutusiaan di kota ini. “Tujuan saya tidak ada apa-apa selain mencari pahala untuk tabungan akhirat, mengajak meraka bermain, senang-senang,” ujar Bunda Frida mengawali obrolan.

Menurutnya, Karanglansia Rahayu merupakan satu-satunya komunitas lansia tingkat kelurahan dari 42 kelurahan yang ada di Kota Denpasar. Kegiatan lansia di kelurahan lain masih terserak di masing-masing banjar (dusun). Itu pun eksistensinya antara ada dan tiada, tergantung keaktifan posyandu lansia.

Usia Bunda Frida belum mencapai kategori pra-lansia sekalipun. Namun itu bukan menjadi alasan bagi dia untuk tidak peduli terhadap persoalan lansia. Dahulu, ia juga pengurus posyandu balita di banjarnya. Kini, ia malihat, orang tua balita di perkotaan sudah lebih perhatian dan mengerti tentang kesehatan anak-anaknya. Mereka sudah banyak yang melek informasi mengenai kesehatan balita. Sementara siapa yang akan peduli terhadap lansia?

Kepada kami, Bunda Frida berkisah mengenai muasal didirikannya Karanglansia Rahayu pada 27 Februarai 2014. Baginya, Pemerintahan Kota (Pemkot) Denpasar periode sekarang sudah cukup perhatian terhadap persoalan lansia. Terbukti wakil walikotanya sendiri yang menjabat ketua Komda Lansia Kota Denpasar. Pemkot Denpasar memiliki program Posyandu Lansia Paripurna di setiap kelurahan. Program ini semacam gebyar-nya kegiatan posyandu lansia. Di Posyandu Paripurna akan banyak kegiatan pelayanan aneka kebutuhan lansia. Mulai pemeriksaan kesehatan gratis, pemberian makanan tambahan, perlombaan, hingga pembagian seragam lansia. Program ini diadakan setahun sekali di setiap kelurahan. Penyenggaraannya digilir di tiap banjar yang ada di kelurahan. Kelurahan tempat tinggal Bunda Frida sendiri membawahi 8 banjar.

Beberapa minggu setelah Posyandu Paripurna digelar di kelurahannya, yang kebetulan berlangsung di Banjarnya. Kegiatan posyandu lansia mengalami kevakuman. Begitu juga di kelurahan lain. kegiatan yang tersisa hanya senam lansia yang diikuti beberapa orang saja. Bunda Frida berfikir, untuk menggerakkan lansia apakah harus menunggu Posyandu Paripurna lagi? Apakah harus 8 tahun untuk peduli terhadap lansia? mengapa kita tidak membuat sendiri?

Bagi Bunda Frida, lansia butuh perhatian orang yang belum lansia. Mereka butuh happy, butuh sesuatu yang bisa mengusir sepi di masa pensiun. Karena mungkin sebagian mereka akan uring-uringan karena sindrom kerja. Jadi, mereka butuh teman dan komunitas. Namun perlu rayuan berlebih untuk mengajak mereka aktif. Karena kebanyakan mereka merasa malu, tidak perlu, dan semacamnya sampai persoalan tidak ada dukungan dari keluarganya.

Lalu, dibantu teman dan semua Klian (Kepala Dusun), Bunda Frida mendata semua lansia di kelurahannya. Kemudian dibentuk pengurus dari kalangan lansia perwakilan seluruh banjar. “Kami buatkan proposal, kami carikan dana ke teman-teman di DPRD. Terus yang pertama saya lakukan membikinkan baju seragam untuk mereka. Dengan seragam itu mereka merasa diakui. Selanjutnya, baru kami undang mereka untuk ikut senam lansia, senam osteoporosis”, cerita Bunda Frida.

Kegiatan berikutnya baru ditambah dengan materi psikologi dan ice breaking supaya diantara mereka yang berpenyakit tremor termotivasi untuk bergerak. Akhirnya hingga sekarang, berjalan kegiatan senam rutin pada hari Jumat (senam lansia biasa) dan Minggu (senam osteoporosis). Dan, kegiatan besar seperti gebyar lansia rutin digelar 3 bulan sekali.

“Awalnya lansia yang berminat bergabuang di Karanglansia Rahayu sedikit. Lama kelamaan mereka yang sudah bergabung banyak yang cerita dari mulut ke mulut. Kok saya enggak diajak. Sehingga bertambah banyak angotanya, mencapai 120 orng. Ini masih sedikit, jauh dari target karena lansia tiap banjar bisa mencapai 50 orang,” jelas Bunda Firada. Di kelurahannya, dari penduduk sekitar 3000 orang, jumlah lansia mencapai 300-an orang (10%). Alasan ketidakaktifan lansia lain sangat beragam. Dari tidak ada yang mengantar (transportasi) hingga merasa rendah diri (keterlibatan) karena tidak memakai seragam.

Bunda Frida menyebut dirinya hanyalah organisator. Bukan pemilik komunitas. Dia senang memposisikan diri sebagai humas bagi komunitas lansia ini. Saat peresmian dan pelantikan pengurus Karanglansia Rahayu, dia mengundang Ibu Walikota. Bahkan, Walikota-lah yang memberikan nama Karanglansia Rahayu yang artinya selamat atau sehat.

Untuk meminimalisir pengeluaran dia mengajak teman komunitasnya untuk berbagi ilmu dan pengetahuan dengan lansia. Kebetulan Bunda Frida juga menjadi pengurus organisasi pencegahan osteoporosis di Denpasar. Sehingga untuk kemudahan dan tidak menuntut biaya, materi senam itulah yang menjadi pilihan. Pada acara talk show mengenai kesehatan lansia khususnya pencegahan dan pengobatan diabetes dan rematik, Bunda Frida mengajak dokter yang praktek di wilayahnya untuk berbagi. Beruntungnya lagi, sebagian lansia di komunitasnya sudah ada yang melek informasi, terus diceritakan lagi kepada temannya.

Tema acara talkshow pun berkembang. Hal ini terlepas dari metode partisipatoris yang diterapkan Bunda Frida dan rekan-rekan di komunitasnya. Para lansia diajak berpartisipasi dalam menyusun kegiatan atau materi pertemuan. Di antara mereka ada mengusulkan konsultasi problem rumah tangga dan persoalan relasi anak, menantu, dan cucu. Pada kegiatan rutin 3 bulanan juga dikaitkan dengan momen perayaan seperti merayakan HLUN Nasional dan HLUN Dunia. Mengambil momen itu hanya sekadar mengingatkan juga kepada para lansia, bahwa ada hari-hari perayaan itu.

Beberapa bulan inten berkegiatan, Karangansia Rahanyu terdaftar dan menjadi rujukan Dinas Sosial Kota Denpasar, Komda Lansia, dan lembaga pemerintahan lainnya. Kegiatan apapun tentang lansia dari dinas atau Komda selalu diundang. Demikian juga kalau ada talk show kelanjutusiaan dari rumah sakit dan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, komunitasnya mesti diundang untuk terlibat. Pada sejumlah kegiatan beberapa gebyar pemeriksaan kesehatan asam urat dan gula darah Karanglansia Rahayu bekerja sama dengan RS Manuaba dan RS Puri Raharja meski berada di luar wilayah kelurahannya.

Di usia komunitas yang masih seumur jagung, Karanglansia Rahayu mendapatkan pengalaman mengesankan. Beberapa bulan lalu mereka terlibat dalam penelitian tentang kelanjutusiaan oleh dosen dan mahasiswa Universitas Sinjoku Jepang. Selama 6 bulan mereka menjadi objek penelitian ini. Mereka diterapi, dipakaikan alat untuk mengukur kebugaran boleh dilepas kecuali mandi. Mereka malah senang bisa mengetahui kadar gula, jantung dan lain-lain dengan gratis. Kesan para peneliti Jepang sendiri kaget dengan antusiasme anggota Karanglansia Rahayu.

Infrastruktur Kota Ramah Lansia

Hingga hari ini pembangunan infrastruktus kota ramah lansia di Kota Denpasar belum terlihat jelas. Pelayanan geriatric pun baru ada di RSUD Kota Denpasar saja. Di tiap puskesmas belum ada. Namun begitu, Bunda Firda menilai perkembangannya menuju arah positif. Rencana pembangunan taman lansia pada tahun 2016 sudah didegungkan Pak Walikota. Itu akan menjadi prioritas kalau ia terpilih lagi. Terlebih taman hijau untuk umum dan taman bermain anak sudah dibangun selepas dicanangkannya kota layak anak. Kota ini memang mencanangkan pengintegrasian kota hijau, kota ramah anak, dan kota ramah lansia. Meski terintegrasi, Bunda Frida dan aktifis kelanjutusiaan lainnya menginginkan harus ada taman khusus lansia entah dengan cara disekat pagar atau tembok. Karena kebutuhan dan kenyamanan lansia dalam menikmati taman akan berbeda dengan anak atau khalayak umum.

Mengapa Bunda Frida begitu optimis dengan walikota sekarang dalam menangani kelanjutusiaan? Karena ia sudah melihat perhatian Walikota yang cukup besar dalam perayaan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) 2015 lalu yang begitu meriah. Pada pemerintahan sebelumnya belum pernah ada. Walikota dan Wakil Walikota serta jajaran SKPD hadir meluangkan waktu, mensupport, dan memberikan hadiah dalam perlombaan yang dikuti lansia. Bisa begitu meriah karena anggaran anggaran program penanganan lansia benar-banar dialokasikan.

Namun demikian Bunda Frida dan rekan-rekannya masih jauh dari puas. Ia masih ingin mengajak kelurahan lain mendirikan karanglansia. Ingin mendirikan rumah singgah untuk anak-anak terlantar. Meski sulit, ia juga bercita-cita menggerakan anak muda menjadi volunteer lansia. Menyelenggarakan talk show dengan pesertanya kaum muda yang memiliki lansia dengan tujuan mengubah paradigm; dari orang tua yang memaklumi anak dan menantu menjadi sebaliknya. Bagi Bunda Frida, setelah banyak mendengar cerita lansia di komunitasnya, memerhatikan orang tua bukan berarti mengasih yang enak-enak tapi memberi yang mereka inginkan.

Pak Wakil Walikota melihat Karanglansia Rahayu sebagai best practice dan merencanakan pembentukan karanglansia di tiap kelurahan. Namun, kesan kebanyakan desa/kelurahan lain malah menyangsikan, coba saja apakah bisa. Tapi Bunda Frida masih yakin, di tiap kelurahan masih banyak yang memiliki jiwa kemanusiaan lebih dan tergerak hati. Karena mereka juga memiliki orang tua. Dan kalau memang dianggap best practice dan dapat menginspirasi kelurahan/desa lain, ia ingin ingin profil Karanglansia Rahayu masuk Koran atau liputan. “Tapi, ternyata mau masuk koran itu malah harus banyar. Kalau harus banyar mendingan uangnya saya belikan nasi buat mereka,” tukas Bunda Frida yang melihat koran sekarang banyak menonjolkan hal-hal yang glamor.

Satu lagi, cita-cita yang paling dekat nan sederhana dari Bunda Frida. Menanti jawaban iya untuk pemeriksaan gratis mata para lansia dari Rumah Sakit Mata yang berada di wilayah kelurahannya. Berkali-kali Kranglansia Rahayu mengajukan proposal kerja sama pelayanan kepada RS tersebut. Terlebih rumah sakit tersebut milik pemerintah. 

*Tulisan berdasarkan hasil wawancara (obrolan) Ni Wayan Suriastini dan Sri Lestari dengan Frida Citra Dewi