Data IFLS Bernilai Tinggi di Mata Pengambil Kebijakan

Rabu, 03/08/2016Hotel Sari Pan Pacific Jakarta

causes

Launching IFLS5 dengan Seminar Sehari "Indonesia Family Life Survey 1993–2014: Kajian, Peran dan Potensi Data Longitudinal untuk Pembangunan pada Selasa (02/08/2016) di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta kemarin adalah tahap ketiga dari rangkaian diseminasi data IFLS5. Diseminasi di Jakarta ditujukan kepada pengambil kebijakan (policy maker) di Indonesia.

Diseminasi tahap pertama dilakukan di hadapan para peneliti dan akademisi internasional pada Population Association of America (PAA) Annual Meeting 2016 pada tanggal 31 Maret hingga 2 April 2016 di Washington D.C. Pada kesempatan tersebut dilakukan juga soft-launching data IFLS5 oleh RAND Corporation dan SurveyMETER. Diseminasi tahap kedua disampaikan kepada peneliti dan akademisi nasional dalam the 13th Indonesian Regional Science Association (IRSA) Conference pada 25-26 Juli 2016 di Kota Malang.

Launching di Jakarta kemarin sukses menturutsertakan para pemegang kebijakan dari Kemenko PMK, Kemendikbud, Kemensos, Kemenkes, Bappenas, Kantor Staf Presiden, Bank Indonesia, Badan Kebijakan Fiskal, Badan Pusat Statistik, TNP2K, BKKBN, BPJS Kesehatan, dan Litbangkes. Turut mengikuti seminar ini stakeholder dari lembaga penelitian dan NGO seperti SMERU, PPIM UIN Jakarta, IRE Yogyakarta, ELSAM, PPH Atmajaya Jakarta, Yayasan Emong Lansia, dan MAMPU. Selain itu turut mengikuti juga lembaga donor dan mitra penelitian internasional seperti WHO, The World Bank, DFAT, UNICEF, ADB, J-PAL, Abt, RutgersWPF, dan KSI.

Rangkaian acara dimulai dengan pengantar dari Principal Investigator IFLS yang juga Guru Besar Ekonomi dan Gerontologi University of Southern California, John Strauss, dan Direktur Eksekutif SurveyMETER, Dr Ni Wayan Suriastini MPhil. Ibu Wayan menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam IFLS5. Menurutnya, suksesnya IFLS5 adalah buah dari kerja keras semua tim mulai dari principal investigator hingga enumerator di lapangan.

Pemegang kebijakan yang juga menjadi peserta seminar mengapresiasi positif terhadap kegiatan ini. Direktur Perdagangan Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional BAPPENAS, Mesdin Kornelis Simarmata, dalam pengantarnya menyampaikan evidence based policy adalah solusi yang harus ditekankan dalam menghadapi 3 tantangan public policy yaitu globalisai, demokratisasi, dan desentralisasi yang terjadi bersamaan. Tujuannya supaya tidak terjebak kepada pengambilan kebijakan yang politis. Mesdin juga berharap kedepannya penelitian di Indonesia dilakukan oleh tim independen. Menurutnya selama ini pengambil kebijakan melakukan penelitian dengan setup hermaprodit; membiayai dan melakukan penelitian. Artinya lembaga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran litbangnya kepada lembaga penelitian penelitian yang berkualitas. Dengan itu nanti lembaga penelitian yang non-goverment bisa hidup dengan pekerjaannya.

Sementara Kepala Kelompok Kerja Kebijakan TNP2K, Elan Satriawan PhD, menyebutkan di antara tugas kelompoknya adalah menyediakan evidence bagi proses pengambilan keputusan bagi wakil presiden dan menteri terkait. Berbagai jenis data digunakan baik yang berupa eksperimen RCT (randomized controlled trial) maupun non-RCT. Dan, salah satu data non-RCT yang memiliki velue tinggi yang banyak digunakan, selain data BPS adalah data IFLS.

Perwakilan dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), Nicola Nixon, data IFLS bisa berkontribusi untuk memperkuat kebijakan dan data pendukung sumber data lainnya. Data IFLS bisa dikombinasikan dengan data set lain seperti SUSENAS, SEKERNAS dan dengan sistem open data pemerintah juga dengan jenis data baru termasuk big data, dan data secara terbuka terkait dengan lingkungan hidup (data curah hujan, polusi dan gempa bumi). Namun, menurut Nicola, data IFLS belum dimanfaatkan secara optimal khususnya para peneliti di universitas, think tank dan lembaga pemerintah Indonesia. Dari 270 publikasi academik yang di-peer review yang memanfaatkan data IFLS hanya sekitar 5% dari peneliti Indonesia.

Sambutan Kepala Badan Pusat Statistik yang disampaikan oleh Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS, Gantjang Amanullah MA, mengonfirmasikan berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik bahwa penyelenggara statistik sektoral harus melakukan kerjasama dan koordinasi dengan BPS dalam membangun pembaharuan konsep, definisi, klasifikasi, metodologi, dan ukuran-ukuran serta memberikan sinopsis kegiatan statistik kepada BPS. Menurut Kepala BPS, dengan launching data IFLS yang melibatkan BPS ini SurveyMETER menjadi contoh yang baik dalam menyelenggarakan sistem statistik nasional.

Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Program Prioritas Kantor Staf Presiden (KSP), Yanuar Nugroho PhD, yang bertindak sebagai keynote speaker dan membuka acara mengatakan kementerian dan lembaga harus membuat kebijakan berdasarkan data. Kesan tidak nyambung antara kebijakan yang dibuat dalam ruang politik (politic space) dan evidence dibuat dalam ruang akademik (research space) hanyalah persolaan substansi dan cara komunikasi. Lewat launching data IFLS ini, Yanuar berharap kita semua saling meyakinkan diri bahwa data yang baik bisa menghasilkan kebijakan yang baik untuk negeri ini. (TPA/JF)