Older People’s Capacity to Work in Indonesia
(Kapasitas Lansia untuk Bekerja di Indonesia)
Layanan Lanjut Usia Terintegrasi Berbasis Komunitas Solusi Penanganan Masalah Kelanjutusiaan
Kamis, 29/04/2021
Terdapat banyak permasalahan kelanjutusiaan yang dihadapi Indonesia dikaitkan dengan program yang sudah berjalan. Di antaranya, pertama, peningkatan penduduk lanjut usia yang menimbulkan perubahan profil lanjut usia dan keluarga mereka. Kedua, banyak program dan layanan untuk lanjut usia namun belum terkoordinasi ataupun terintegrasi. Ketiga, jangkauan dari program terbatas. Keempat, terdapat sejumlah kesenjangan kunci dalam pelayanan dan program. Untuk menjembatani permasalahan tersebut Layanan Lanjut Usia Terintegrasi (LLT) berbasis Komunitas dapat dijadikan solusi inovatif.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif SurveyMETER, Dr Ni Wayan Suriastini MPhil, dalam Worskhop Peninjauan Kurikulum Prodi Pendidikan Profesi Dietisien yang digelar Politeknik Kesehatan Yogyakarta, Badan Pengembagan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada Rabu (28/04/2021) di Gamping, Sleman, DIY. Suriastini didapuk sebagai pembicara pertama menyampaikan materi “Permasalahan dan Program Pelayanan Gizi Kesehatan pada Lansia di Masyarakat.” Workshop yang digelar paduan dari offline dan online ini secara dibuka langsung oleh Direktur Poltekes Kemenkes Yogyakarta, Joko Susilo SKM, M.Kes.
Di masa Pandemi COVID-19 lanjut usia mengalami penurunan pendapatan yang berpengaruh pada penurunan konsumsi makanan. Demikian disampaikan Suriastini merujuk hasil studi Lanjut Usia dan COVID 19 di Indonesia tahun 2020 kerja sama ERIA, Bappenas dan SurveyMETER.
Lebih lanjut Suriastini memaparkan LLT sejalan dengan 5 strategi kebijakan kelanjutusiaan yang disusun oleh Bappenas yang telah masuk dalam RPJMN 2020-2024 (Perpres No. 18 Tahun 2020 Tentang RPJMN 2020-2024). Yaitu, Perlindungan sosial, Peningkatan derajat kesehatan, Peningkatan kesadaran masyarakat, Kelembagaan dan care giver, dan Pemenuhan hak lanjut usia.
LLT sendiri dalam tahap pengembangan kapasistas dalam 5 modul penting yaitu: Pengantar Perawatan Jangka Panjang (PJP), Pelatihan Layanan Lansia Terintegrasi berbasis Komunitas, Pelatihan Manajemen Kasus, Pelatihan Tim Perawatan Lanjut Usia, dan Isu Klinis pada PJP. (JF)
Tanggal
28 Januari 2022
Kata Kunci
Lansia Abad 21, Buku Lansia, Buku Kelanjutusiaan
Lokasi
SurveyMETER
Tipe
Aging Publikasi
Penulis
Wayan Suriastini, Bondan Sikoki, Endra Dwi Mulyanto, Titis Putri Ambarwati, Ragil Safitri, Naryanta, Jejen Fauzan, Rodhiah Umaroh, Achmad Budi Santoso, Adhi Santika, dkk
Share Artikel:
Bunga Rampai: Lansia di Abad 21
Buku ‘Bunga Rampai Lansia di Abad 21’ merupakan kolaborasi para peneliti termasuk peneliti dari SurveyMETER dan pemerhati kelanjutusiaan Indonesia yang tergabung dalam Koalisi untuk Masyarakat Peduli Lanjut Usia (KuMPUL). Seperti tajuknya, buku ini mendiskusikan dinamika kelanjutusiaan terkini meliputi kemandirian dan aktualisasi lansia, globalisasi bagi lansia, serta perlindungan sosial dan layanan kesehatan lansia.
Peneliti-peneliti SurveyMETER menyumbang kontribusi signifikan melalui empat topik tulisan yang mengulas layanan publik dan kesehatan lansia, aktualisasi lansia, dan pengarusutamaan kelanjutusiaan. Dua artikel berikut mempunyai korelasi kuat karena sama-sama mengulas dimensi publik bagi lansia. Wayan Suriastini secara khusus mengajak kita untuk belajar tentang urgensi perawatan jangka panjang (PJP), meliputi homecare dan daycare, dengan melihat praktik-praktik baik di Jepang, Thailand, dan Singapura. Endra Mulyanto dkk juga mengupas soal pentingnya penyelenggaraan lingkungan ramah lansia dalam mendukung mobilitas mereka. Artikel ini juga menyajikan usulan konkrit, seperti optimalisasi layanan ambulans desa, kesukarelawanan warga mengantar lansia, pemberian insentif dan perbaikan sarana transportasi umum untuk lansia.
Dua artikel lain, meski korelasinya moderat, sama-sama mengulas dimensi antar-generasi dalam kegiatan kelanjutusiaan. Titis Putri Ambarwati dkk secara apik menyoal tentang pengarusutamaan lansia di pendidikan formal dengan rendahnya kepedulian generasi muda terhadap lansia. Artikel ini menunjukkan bahwa partisipasi lansia dalam kegiatan pendidikan dini, dasar, dan menengah bisa memantik empati generasi muda akan proses penuaan. Sementara, Naryanta dkk mengulas agensi lansia pada kegiatan budidaya tanaman obat keluarga (TOGA). Artikel ini memotret sosok-sosok lansia yang ulet merawat kebun TOGA di pekarangan rumah, lantas menilai bahwa kegiatan ini akan lebih berfaedah bila dilakukan lintas generasi.
Berikut tautan untuk mengunduh buku tersebut.
Versi lengkap:
Bunga Rampai: Lansia di Abad 21
Isi:
BAB 1: Lansia di Tengah Arus Globalisasi dan Pendidikan Kelanjutusiaan
- Melek Literasi Digital untuk Lansia, Pentingkah?
- Mengintegrasikan Materi Kelanjutusiaan di Pendidikan Formal
BAB 2: Merancang Hidup Sehat Menuju Lansia Tangguh dan Prima
- Menyiapkan Diri Sedini Mungkin Menjadi Lansia Tangguh
- Pentingnya Pendekatan Berpusat Kepada Kebutuhan Individu (PBKI) Bagi Lansia
BAB 3: Menyongsong Kemandirian dan Kesejahteraan Lansia
- Menghapus Stigma dan Diskriminasi karena Usia dalam Dunia Kerja
- Rabun Jauh Kita untuk Bersiap Menjadi Lansia
BAB 4: Lansia Dalam Kreasi dan Aktualisasi Diri
- Aktualisasi Diri Lansia: Belajar dari Tokoh-Tokoh Lansia
- Lanjut Usia Aktor Pelestari Tanaman Obat Keluarga
BAB 5: Lingkungan Ramah Lansia
- Kota dan Kawasan Ramah Lanjut Usia
- Lingkungan Ramah Lansia Penting Bagi Mobilitas Lansia
BAB 6: Interseksionalitas Isu Lansia
- Meski Waria, Lansia Waria Tetaplah Lansia
BAB 7: Mainstreaming Kelanjutusiaan di Ranah Kebijakan
- “Jauh Panggang Dari Api” Mempertanyakan Keberpihakan RANHAM Terhadap Hak-Hak Lansia
Nasib Posyandu Lansia Saat Pandemi Covid-19
Jumat, 10/07/2020YogyakartaHendri Setyo Nugroho, S.H., M.I.P.
Waktu bergulir melewati bulan keempat sejak kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun, persentase kematian karena Covid-19 di Indonesia tertinggi dialami kelompok umur ≥ 60 tahun. Seperti yang kita ketahui lanjut usia (lansia) adalah salah satu kelompok rentan dan mudah terpapar Covid-19.
Lalu bagaimana posyandu lansia berperan di tengah pandemi? Pemerintah saat ini sudah berupaya untuk memutus mata rantai penularan virus Korona. Himbauan untuk physical distancing, bekerja, belajar dan beribadah di rumah terus digaungkan. Semua kegiatan yang membuat kerumunan harus dihindari termasuk kegiatan posyandu lansia. Peran posyandu lansia melalui kader sangat penting untuk selalu memonitor kondisi para lansia.
Meski kegiatan posyandu lansia ditiadakan sementara, namun peran kader masih berjalan. Kader berperan memberikan informasi kepada lansia tentang perilaku hidup sehat dan menjaga kesehatan selama pandemi berlangsung. Informasi tersebut diberikan pada saat kader bertemu dengan lansia di jalan atau di masjid. Kader juga membagikan masker kain untuk lansia, baik yang dibeli sendiri dari kas posyandu maupun dari bantuan lembaga lain. Peran lain yang tak kalah penting adalah kerjasama antar stakeholder, seperti dengan pihak RT. Oleh karena cakupan wilayah kecil dan saling berdekatan, maka akan lebih memudahkan dalam memantau kondisi lansia.
Lalu apakah lansia merasakan dampak pandemi Covid-19? Dampak sosial dirasakan lansia dengan tidak adanya posyandu lansia, ternyata menurunkan kesehatan psikologis. Kegiatan posyandu lansia tidak hanya mempertahankan kesehatan fisik agar selalu bugar, namun posyandu lanisa juga sebagai wadah bertemu dengan teman sebayanya, lansia bisa saling berkomunikasi dan berinteraksi. Pada masa pandemi ini mereka merasa kesepian karena tidak bisa berkumpul.
Selain dampak sosial, dampak ekonomi juga dirasakan oleh lansia. Seperti yang dialami oleh Mbah Marto (70) yang biasanya menjual beras di Pasar Kota Gede Yogyakarta. Namun selama pandemi dia tidak lagi berani ke pasar. Beliau hanya menjual beras di rumah yang berdampak pada berkurang pendapatan. Kisah yang sama, juga dialami oleh banyak lansia lain yang senasib dengan Mbah Marto.
Dampak yang tidak kalah penting adalah kesadaran lansia untuk melindungi diri sendiri masih kurang. Contoh nyata yang terlihat pada saat lansia beraktivitas di luar rumah, banyak yang tidak menggunakan masker. Tidak sedikit juga lansia yang menanyakan kenapa harus pakai masker, kenapa harus di rumah saja.
Keluarga lansia sendiri tidak bisa menyampaikan informasi dengan jelas, lansia banyak yang tidak menonton berita di televisi, kader posyandu tidak bisa banyak berperan di situasi seperti sekarang. Hal ini membuktikan bahwa informasi yang mereka terima tentang Covid-19 masih kurang sedangkan mereka rentan tertular.
Apa yang perlu dilakukan untuk membantu lansia yang terdampak Covid-19?
Kelompok usia lanjut merupakan golongan yang memerlukan perhatian khusus. Sesuai amanah “Panduan Perlindungan Lansia” oleh KPPPA diperlukan peran dari kader posyandu lansia di level masyarakat untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi lansia di masa pandemi Covid-19 dengan melibatkan dan bekerja sama lintas sektor.
Kader posyandu berharap adanya bantuan berupa sembako dan makanan bergizi. Lansia masih kurang diperhatikan, belum ada bantuan yang khusus menyasar mereka. Bantuan lain yang diterima lansia adalah masker kain, sembako, hand sanitizer. Namun demikian bantuan tersebut belum diterima semua lansia di posyandu. Harapannya, jika menyalurkan bantuan pemerintah desa dapat bekerja sama dengan kader posyandu dalam pendistribusiannya.
Tak kalah penting yang harus diperhatikan bagaimana lansia bisa mendapatkan informasi yang tepat dan jelas mengenai Covid-19. Menurut kader posyandu, mereka sebaiknya diberikan informasi dari sumber yang berkompeten, seperti petugas dari puskesmas. Namun di masa pandemi seperti ini, petugas kesehatan sudah memiliki banyak tugas untuk menangani pasien di garda terdepan. Langkah bijak yang bisa dilakukan salah satunya dengan mendokumentasikan informasi tentang Covid-19 dari berbagai sumber terpercaya seperti yang diterbitkan oleh kementerian terkait.
Pemerintah desa bisa membantu melakukan koordinasi untuk pendokumentasian, selanjutnya disampaikan melalui karang taruna, RT, RW, atau kader posyandu. Kader dengan networking yang luas akan menyampaikan informasi kepada lansia. Libatkan juga keluarga dan masyarakat agar secara aktif menjelaskan informasi tentang Covid-19 kepada lansia. Selaras juga dengan pedoman umum menghadapi Covid-19 yang dikeluarkan oleh Kemendagri, bahwa pastikan lansia memperoleh kesadaran dan perlindungan pribadi terkait Covid-19.
_______
*Tulisan pertama kali dipublikasikan di rubrik “INSPIRASI UNTUK KEBIJAKAN” SKH Kedaulatan Rakyat, Edisi Jumat 10 Juli 2020. Untuk melihat versi koran cetak tersebut silahkan klik di sini.
Sebentuk Aksi Kecil untuk Lanjut Usia di Masa Pandemi
Senin, 06/07/2020SurveyMETERAstrid Nikijuluw, Bach. Of Business., M.M.
Pandemi COVID-19 telah memengaruhi sistem dan tatanan sosial kita dan membuat dunia terhenyak. Di Indonesia, per tanggal 19 Juni 2020, jumlah kasus COVID-19 mencapai 43.803. Dari angka tersebut, 14% adalah para lanjut usia (usia 60 dan lebih tua) dan 44% dari tingkat kematian (2,373 kasus). Ini menunjukkan bahwa jumlah kematian tertinggi dialami oleh kelompok umur ≥ 60 tahun.
Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan tubuh kita melemah. Hal ini membuat para lanjut usia lebih rentan terhadap semua jenis infeksi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendukung dan melindungi para lanjut usia selama pandemi ini, terutama mereka yang hidup sendiri. Pemerintah harus didukung untuk memberikan intervensi dalam memastikan para lanjut usia mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Dukungan ini dapat mencakup makanan bergizi, kebutuhan dasar seperti sembako, obat-obatan untuk mendukung kesehatan fisik dan akses ke dukungan kesehatan sosial dan mental.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai provinsi dengan tingkat harapan hidup tertinggi di Indonesia, beberapa tindakan dan kegiatan telah diambil oleh berbagai pihak dalam mendukung para lanjut usia selama pandemi. Kami pun berupaya melakukan hal kegiatan kecil sesuai kapasitas kami sebagai institusi penelitian.
Kegiatan kecil kami adalah wawancara pendokumentasian tentang inisiatif dan terobosan pelayanan posyandu oleh kader posyandu lanjut usia di masa pandemi di 5 kabupaten/kota yaitu Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, Sleman dan Kota Yogyakarta. Dalam wawancara tersebut kami menemukan bahwa di antara kegiatan kecil mereka selama pandemi antara mendistribusikan masker serta pengetahuan melalui flyer dan poster tentang bagaimana memakai masker dan mencuci tangan dengan benar.
Di satu desa di Kabupaten Kulon Progo, satu inisiatif dari kader posyandu lanjut usia yang cukup solutif adalah mendorong para lanjut usia untuk tetap melakukan kegiatan tambahan seperti berkebun. Selain karena tinggal di desa dan umumnya profesi mereka adalah petani, aktivitas berkebun dapat membantu kondisi ekonomi dan sosial serta menjaga imunitas mereka. Dengan demikian saat berkegiatan tersebut mereka juga masih dapat berinteraksi satu sama lain dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Di satu desa lain di Kabupaten Bantul, organisasi pemuda desa berinisiatif mengumpulkan dana dari warga setempat yang digunakan untuk membeli bahan makanan yang akan didistribusikan kepada warga kurang mampu, termasuk para lanjut usia.
Dari berkegiatan wawancara kecil di masa pandemi tersebut, sungguhnya banyak pelajaran yang dapat kami dan kita pelajari. Bahwa kepedulian kecil masyarakat di semua sektor dan usia dapat berdampak besar dalam kesehatan dan kebahagiaan orang lain. Kita perlu menyadari bahwa tanggung jawab untuk memelihara lingkungan yang sehat dan aman ada di tangan kita semua. Karena seperi disampaikan Presiden Joko Widodo pada Senin 18 Mei 2020, cara paling efektif untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 adalah pada unit masyarakat yang paling bawah. Kita akan bisa mengatasi pandemi ini, namun untuk itu kita harus melakukan upaya aktif demi tetap sehat serta dan aman secara fisik secara mental untuk kita sendiri dan untuk orang-orang di sekitar kita, termasuk para lanjut usia.
Demikian sekilas pembelajaran yang kami petik dari pendokumentasian kami. Kami juga menuliskan catatan dalam versi lain di Buletin Active Aging Consortium Asia Pacific (ACAP) Edisi Juni-Juli 2020 (hlm. 10-11), dengan harapan menjadi pembelajaran masyarakat dan komunitas global. Selengkapnya catatan tersebut dapat dibaca dan diunduh di sini: Sebentuk Aksi Kecil untuk Lanjut Usia di Masa Pandemi
Kegiatan Kelanjutusiaan di Bantul dimuat Buletin Active Aging Consortium Asia Pacific (ACAP)
Paparan mengenai dua kegiatan kelanjutusiaan dampingan SurveyMETER di Desa Guwosari, Pajangan, Bantul, dimuat Buletin Active Aging Consortium Asia Pacific (ACAP) edisi Januari-Februari 2020.
Dapatkah Bali menjadi Surga bagi Kalangan Lanjut Usia?
Sabtu, 14/09/2019SurveyMETERRiska Dwi Astuti*
Bali, selain popularitasnya sebagai destinasi wisata, pulau ini juga menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia maupun mancanegara untuk tinggal menghabiskan masa tuanya. Oleh sebab itu, pemerintah provinsi Bali berusaha mengakomodir lanjut usia di wilayah tersebut.
Saat ini Indonesia tengah mengalami dinamika struktuk demografi yang mana persentase penduduk usia lanjut terus mengalami kenaikkan sebagai dampak dari angka kelahiran yang semakin rendah serta usia harapan hidup yang lebih lama. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan fakta bahwa populasi lanjut usia telah meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu 50 tahun terkahir. Selain itu, BPS juga memproyeksikan bahwa bahwa pada tahun 2050 seperempat penduduk Indonesia adalah lanjut usia. Maka dari itu, mewujudkan penduduk lanjut usia yang sehat dan produktif menjadi sangat penting. Kebalikan dari kondisi ini (lanjut usia yang tidak sehat dan tidak produktif) akan menjadi beban baik dari segi sosial maupun ekonomi.
Demensia, termasuk Alzeimer, atau masyarakat sering menyebutnya sebagai pikun, merupakan kelainan yang terjadi pada otak yang mempengaruhi emosi, ingatan dan pengambilan keputusan seseorang. Selama ini penilaian bahwa demensia merupakan hal wajar yang terjadi di kalangan lanjut usia telah disorot sebagai prioritas kesehatan masyarakat oleh WHO, yang bekerja untuk membangun kesadaran akan gejalanya dan bagaimana cara mencegahnya.
Bali merupakan provinsi dengan tingkat demensia yang tinggi dimana 32 persen penduduk berusia 70 tahun keatas mengalami penyakit tersebut. Dibandingkan dengan Yogyakarta dengan angka 20 persen pada batas usia yang sama. Padahal, persentase penduduk usia lanjut di Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan dengan Bali.
Angka tersbut didasarkan pada hasil studi lansia berskala besar yang diadakan di Bali dan Yogyakarta oleh SurveyMETER dengan pembiayaan dari Knowledge Sector Initiative (KSI) dan pada pelaksanaannya bekerja sama dengan Alzheimer Indonesia, Suryani Institute for Mental Health, Universitas Atma Jaya Jakarta serta Universitas Udayana.
Analisis lebih jauh dilakukan untuk menjelasakan ketimpangan prevalensi demensia antara dua provinsi tersebut. Dari data yang ada, diperoleh informasi bahwa secara umum lanjut usia di Bali memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan lanjut usia di Yogyakarta. Selain itu, sebagian besar lanjut usia Bali juga tinggal di daerah pedesaan yang mana secara statistik daerah tersebut memiliki angka stress dan tingkat penyakit tidak menular yang tinggi. Rendahnya tingkat partisipasi sosial di kalangan lanjut usia juga turut meningkatkan kerentanan di kalangan tersebut.
Proyek percontohan (pilot) dalam mewujudkan komunitas ramah lanjut usia dan demensia dilaksanakan pada bulan September 2018 di Desa Ketewel, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali yaitu desa dengan angka demensia tertinggi. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gejala demensia, bagaimana langkah pencegahannya, dan bagaimana cara meminimalisir resiko demensia.
Pada akhir tahun 2018, pemerintah provinsi Bali bersama dengan DPRD Bali telah menerbitkan payung hukum yang menjamin kesejahteraan lanjut usia. Hal ini mnejadi suatu contoh yang baik dalam memperlakukan kalangan lanjut usia sebagai masyarakat yang rentan untuk termajinalkan.
Biaya dari Penuaan
Berdasarkan publikasi laporan WHO tahun 2017, dampak sosial dan ekonomi dari demensia tidak hanya ditanggung oleh individu saja, akan tetapi juga oleh keluarga, komunitas, bahkan negara. Perkiraan biaya atas kejadian demensia secara global mencapai 1 triliyun USD pada tahun 2018. Menurut laporan dari World Alzheimer, angka ini diproyeksikan akan naik sebesar 2 triliyun USD pada tahun 2030. Biaya tersebut timbul dari kebutuhan akan pengobatan, biaya jasa perawat lansia (caregiver), serta biaya peluang (opportunity cost) dari anggota rumah tangga yang berhenti bekerja karena harus merawat anggota rumah tangganya yang terkena demensia.
Menteri kesehatan RI juga menjelaskan bahwa peningkatan penyakit tidak menular di kalangan lanjut isu merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi memori. Kondisi ini dapat berdampak pada menurunnya aktivitas fisik sehari-hari dan pada akhirnya akan memicu Alzheimer serta demensia jenis lain di kalangan lanjut usia.
Stigma serta pemahaman yang salah tentang demensia merupakan hal yang wajar terjadi masih merupakan masalah global, tidak terkecuali di Indonesia. Yang paling memprihatinkan, demensia secara luas dianggap sebagai bagian normal dari penuaan di seluruh Indonesia, dengan sangat sedikit kesadaran akan tindakan pencegahan yang dilakukan.
Kebijakan baru pemerintah provinsi Bali mengambil pendekatan berbasis hak untuk memastikan kesejahteraan di kalangan penduduk lanjut usia. Di bawah kebijakan baru, akses ke perawatan geriatri di fasilitas kesehatan umum dijamin tanpa biaya bagi seluruh lanjut usia di Bali. Lebih lanjut, kebijakan tersebut menegaskan hak lanjut usia untuk memperoleh perlindungan dari eksploitasi, kekerasan, perlakuan buruk dari dalam maupun luar rumah, dan dari bencana alam.
Dengan mendorong kehidupan yang aktif hingga usia lanjut, kebijakan ini juga menegaskan hak para lanjut usia untuk terlibat dalam aktivitas sosial di masyarakat dan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Dukungan keuangan untuk kebijakan tersebut telah dijaminkan di bawah undang-undang dan anggaran rumah tangga provinsi, kabupaten, dan desa.
Surga untuk Semua?
Sebelum adanya proyek percontohan di Ketewel, sekitar 90 persen penduduk lanjut usia belum pernah mendengar tentang demensia. Sehingga, langkah pertama yang dilakukan dalam proyek tersebut adalah meningkatkan kesadaran dan pemahaman di seluruh kalangan masyarakat tentang apa itu demensia, bagaimana upaya pencegahannya, dan apa saja risiko serta gejalanya.
Pelatihan lebih lanjut dalam penanganan penderita demensia dilakukan oleh Alzheimer Indonesia, diikuti oleh petugas kesehatan di puskesmas dan staf pemerintah daerah terkait di Kabupaten Gianyar.
Pejabat desa Ketewel mendukung proyek ini dengan menghidupkan kembali pos pelayananan terpadu untuk lansia (posyandu lansia), pemberian subsidi makanan bergizi, dan mengorganisir kegiatan kelompok untuk kalangan lanjut usia. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan di masyarakat lanjut usia, serta meminimalkan risiko terkena demensia.
Penuaan adalah hal yang pasti dalam kehidupan. Lanjut usia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik apabila terdapat dukungan baik dari keluarga, komunitas, dan pemerintah. Demensia tidak boleh dilihat sebagai bagian yang tak terhindarkan dari penuaan, tetapi suatu kondisi yang dapat dicegah dan diobati.
Seluruh stakeholder harus duduk bersama dan melakukan upaya bersama untuk meningkatkan pengetahuan umum tentang demensia dan gejalanya. Selain itu, mempromosikan upaya pencegahan dini, termasuk perluasan dan peningkatan layanan kesehatan untuk lanjut usia idealnya juga menjadi tanggung jawab bersama.
Pendekatan yang diujicobakan di Ketewel memberikan contoh bagaimana seluruh masyarakat dapat terlibat dalam meningkatkan kesejahteraan di kalangan lanjut usia, sesuatu yang akan menjadi sangat penting di Indonesia yang sebagian besar penduduknya semakin menua.
Publikasi artikel ini dalam Bahasa Inggris dapat dilihat di:
*Riska Dwi Astuti is a researcher at SurveyMETER, a research institute in Yogyakarta.
Publikasi artikel ini dalam Bahasa Inggris dapat dilihat di:
https://bit.ly/352vvRl
Perlukah Perubahan Kebijakan? Analisis Komparatif Upaya Menciptakan Kota Ramah Usia di 14 Kota di Indonesia
Tahun 2007, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meluncurkan panduan global Kota Ramah Lanjut Usia atau Age-Friendly Cities (AFC). Panduan tersebut ,dimaksudkan untuk membantu upaya meningkatkan kesehatan, partisipasi, dan keamanan lanjut usia serta menanggapi dua tren global yaitu globalisasi dan penuaan populasi.
Saat Simbah-simbah Bersenam Anti Pikun Serta Berkreasi dengan Daun Pisang dan Janur
Selasa, 02/01/2018Guwosari, Pajangan, BantulJejen Fauzan
Kami tiba di rumah Kepala Dukuh kurang sepuluh menit dari pukul sembilan pagi, jam acara dimulai. Rupanya kedatangan kami sudah ditunggu puluhan simbah-simbah dan kader posyandu lansia. Di antara mereka bahkan ada yang sudah datang sebelum pukul tujuh pagi. Mereka menunggu kami (dan Pak Lurah Desa) lebih dari 30 menit di ruang tamu dan selasar,— setelah pemeriksaan berat badan, tensi, dan santap makanan tambahan (PMT) selesai.
Semangat kami dibakar oleh antusias mereka. Mereka manut saja ketika kami meminta pindah lesehan di pelataran rumah, beralas tikar. Mereka pun setia di tempat saat gerimis pagi sempat turun sejenak. Semoga antusias ini menjadi awal yang baik untuk pelaksanaan program ke depan.
Minggu pagi (31/12/2017) kemarin, menjadi peristiwa yang istimewa bagi mereka dan tentu juga kami. Kegiatan di pagi terkahir tahun 2017 itu kami sebut dengan “Kegiatan Kumpul Lansia Dusun Iroyudan” untuk pertanda dan menyambut program pendampingan kegiatan Posyandu Lansia Bougenvil Dusun Iroyudan Desa Guwosari yang dilakukan SurveyMETER per Januari 2018. Pendampingan ini merupakan satu program kecil SurveyMETER dalam upaya menciptakan Komunitas Ramah Lanjut Usia. Iroyudan menjadi dusun kedua setelah Dusun Watugedung yang didampingi.
“Mulai Januari tahun depan pelayanan Posyandu Lansia dipisah dari Posyandu Balita. Setiap pelaksanaan posyandu akan dilakukan pemerikasaan kesehatan dan senam lansia dengan materi bervariasi. Kita juga mengagendakan program home care untuk lansia yang bedridden (sakit dan hanya mampu tiduran di rumah)”, papar Titis Putri Ambarwati, koordinator pelaksana program, di hadapan simbah-simbah.
“Saya mengharapkan simbah-simbah semua untuk aktif mengikuti kegiatan posyandu karena dengan aktif ke posyandu dapat mengetahui kesehatan. Kesehatan itu penting dan kita harus menjaganya. Selain itu posyandu ini juga untuk ajang silaturahim dan bercengkrama dengan sesama,” ujar Lurah Desa Guwosari, H Suharto, dalam sambutannya. Suharto juga mengucapkan terimakasih kepada SurveyMETER yang telah memperluas jangkauan pendampingan.
Selanjutnya rangkian kegiatan berjalan alami dan gayeng. Simbah-simbah antusias ketika diajak senam anti pikun. Senyum dan tawa mereka membuncah di sela gerakan. Beberapa lansia yang berhalangan melakukannya sambil duduk.
Mereka pun manggut-manggut menandakan paham ketika peneliti SurveyMETER, Endra Dwi Mulyanto, memaparkan hasil studi tentang posyandu lansia (serta pentingnya posyandu lansia) yang dilaksanakan di Kabupaten Bantul. Endra menyampaikan hasil studi dengan bahasa yang mudah dipahami termasuk saat merekomendasikan peningkatan pengalokasian dana desa dalam mensuport kegiatan posyandu lansia. Menurutnya, berdasar hasil studi yang menjadi tugas bersama adalah mendorong keaktifan lansia laki-laki yang jauh di bawah lansia perempuan. “Kesehatan itu menjadi modal kehidupan. Selain itu aktif ke posyandu lansia merupakan bagian dari gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) yang digalakan Kementerian Kesehatan RI, “ tegas Endra. Selesai paparan, mewakili manajemen SurveyMETER, Endra secara simbolik menyampaikan satu set Portable DVD Player untuk membantu kader posyandu lansia dalam mempelajari ragam senam lansia.
Sejenak kemudian simbah-simbah diajak untuk mengenang masa muda dan anak-anak. Simbah kakung dipersilahkan membuat kreasi dari janur kuning dan simbah putri dari daun pisang. Beberapa menit kemudian kader pemandu acara memanggil yang paling pertama menyelesaikan kreasinya. Seorang simbah laki-laki maju ke depan menghampiri pemnadu acara dengan sebilah anyaman eluk keris di tangan. Kreasi alakadarnya dari simbah tersebut disambut tawa riuh yang lain. Suasana pun menjadi ramai dan meriah. Karena kegesitannya, simbah tersebut dihadiahi bingkisan “doorprize”.
Setelahnya simbah-simbah lain berebutan menghampiri pemandu acara, memamerkan kreasinya demi memperoleh bingkisan. Dua orang simbah putri rebutan memamerkan takir karyanya disusul dengan yang lainnya. Kami dan para kader tentu menyediakan bingkisan berlebih agar semua simbah kebagian.
Selain anyaman eluk keris beberapa produk kreasi lain dihasilkan para simbah laki-laki mulai dari aneka jenis ketupat, pecut (cemeti), burung-burungan, hingga sekadar bikin kitiran (baling-baling). Sementara kreasi simbah putri menghasilkan takir, sudi, samir, dan pincuk.
Menghindari rebutan bingkisan, pemandu acara mengganti syarat memperoleh bingkisan dengan mempersilahkan simbah untuk menampilkan “bakat terpendamnya”. Seorang simbah kakung yang mengaku berusia 95 tahun mengawalinya dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Pengucapan syair yang bertukar dan bolak-balik serta suara yang parau (bisa jadi karena giginya nyaris habis) membuat suasana penuh gelak atawa juga bangga. Selanjutnya seorang simbah putri meminta untuk kembali menyanyikan Indonesia Raya. Dia menjadi dirigen dengan penghayatan yang lumayan sehingga mampu menggemakan Indonesia Raya untuk kedua kalinya dengan cukup baik dan lengkap. Lalu seorang simbah kakung melengkapi kemeriahan acara dengan mendendangkan ular-ular sarat petuah.
Di pagi terakhir tahun 2017 yang gayeng itu kami tentu bangga, bahagia, terhibur, dan tumbuh semangat menatap 2018.