Dapatkah Bali menjadi Surga bagi Kalangan Lanjut Usia?

Sabtu, 14/09/2019SurveyMETERRiska Dwi Astuti*

causes
DPRD Provinsi Bali mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kesejahteraan Lansia di Provinsi Bali menjadi Peraturan Daerah (Perda) disaksikan oleh aktivis, pemerhati dan para lanjut usia Bali, Selasa (06/11/2018).

Bali, selain popularitasnya sebagai destinasi wisata, pulau ini juga menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia maupun mancanegara untuk tinggal menghabiskan masa tuanya. Oleh sebab itu, pemerintah provinsi Bali berusaha mengakomodir  lanjut usia di wilayah tersebut.

Saat ini Indonesia tengah mengalami dinamika struktuk demografi yang mana persentase penduduk usia lanjut terus mengalami kenaikkan sebagai dampak dari angka kelahiran yang semakin rendah serta usia harapan hidup yang lebih lama. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan fakta bahwa populasi lanjut usia telah meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu 50 tahun terkahir. Selain itu, BPS juga memproyeksikan bahwa bahwa pada tahun 2050 seperempat penduduk Indonesia adalah lanjut usia. Maka dari itu, mewujudkan penduduk lanjut usia yang sehat dan produktif menjadi sangat penting. Kebalikan dari kondisi ini (lanjut usia yang tidak sehat dan tidak produktif) akan menjadi beban baik dari segi sosial maupun ekonomi.

Demensia, termasuk Alzeimer, atau masyarakat sering menyebutnya sebagai pikun, merupakan kelainan yang terjadi pada otak yang mempengaruhi emosi, ingatan dan pengambilan keputusan seseorang. Selama ini penilaian bahwa demensia merupakan hal wajar yang terjadi di kalangan lanjut usia telah disorot sebagai prioritas kesehatan masyarakat oleh WHO, yang bekerja untuk membangun kesadaran akan gejalanya dan bagaimana cara mencegahnya.

Bali merupakan provinsi dengan tingkat demensia yang tinggi dimana 32 persen penduduk berusia 70 tahun keatas mengalami penyakit tersebut. Dibandingkan dengan Yogyakarta dengan angka 20 persen pada batas usia yang sama. Padahal, persentase penduduk usia lanjut di Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan dengan Bali.

Angka tersbut didasarkan pada hasil studi lansia berskala besar yang diadakan di Bali dan Yogyakarta oleh SurveyMETER dengan pembiayaan dari Knowledge Sector Initiative (KSI) dan pada pelaksanaannya bekerja sama dengan Alzheimer Indonesia, Suryani Institute for Mental Health, Universitas Atma Jaya Jakarta serta Universitas Udayana.

Analisis lebih jauh dilakukan untuk menjelasakan ketimpangan prevalensi demensia antara dua provinsi tersebut. Dari data yang ada, diperoleh informasi bahwa secara umum lanjut usia di Bali memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan lanjut usia di Yogyakarta. Selain itu, sebagian besar lanjut usia Bali juga tinggal di daerah pedesaan yang mana secara statistik daerah tersebut memiliki angka stress dan tingkat penyakit tidak menular yang tinggi. Rendahnya tingkat partisipasi sosial di kalangan lanjut usia juga turut meningkatkan kerentanan di kalangan tersebut.

Proyek percontohan (pilot) dalam mewujudkan komunitas ramah lanjut usia dan demensia dilaksanakan pada bulan September 2018 di Desa Ketewel, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali yaitu desa dengan angka demensia tertinggi. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gejala demensia, bagaimana langkah pencegahannya, dan bagaimana cara meminimalisir resiko demensia.

Pada akhir tahun 2018, pemerintah provinsi Bali bersama dengan DPRD Bali telah menerbitkan payung hukum yang menjamin kesejahteraan lanjut usia. Hal ini mnejadi suatu contoh yang baik dalam memperlakukan kalangan lanjut usia sebagai masyarakat yang rentan untuk termajinalkan.

Biaya dari Penuaan

Berdasarkan publikasi laporan WHO tahun 2017, dampak sosial dan ekonomi dari demensia tidak hanya ditanggung oleh individu saja, akan tetapi juga oleh keluarga, komunitas, bahkan negara. Perkiraan biaya atas kejadian demensia secara global mencapai 1 triliyun USD pada tahun 2018. Menurut laporan dari World Alzheimer, angka ini diproyeksikan akan naik sebesar 2 triliyun USD pada tahun 2030. Biaya tersebut timbul dari kebutuhan akan pengobatan, biaya jasa perawat lansia (caregiver), serta biaya peluang (opportunity cost) dari anggota rumah tangga yang berhenti bekerja karena harus merawat anggota rumah tangganya yang terkena demensia.

Menteri kesehatan RI juga menjelaskan bahwa peningkatan penyakit tidak menular di kalangan lanjut isu merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi memori. Kondisi ini dapat berdampak pada menurunnya aktivitas fisik sehari-hari dan pada akhirnya akan memicu Alzheimer serta demensia jenis lain di kalangan lanjut usia.

Stigma serta pemahaman yang salah tentang demensia merupakan hal yang wajar terjadi masih merupakan masalah global, tidak terkecuali di Indonesia. Yang paling memprihatinkan, demensia secara luas dianggap sebagai bagian normal dari penuaan di seluruh Indonesia, dengan sangat sedikit kesadaran akan tindakan pencegahan yang dilakukan.

Kebijakan baru pemerintah provinsi Bali mengambil pendekatan berbasis hak untuk memastikan kesejahteraan di kalangan penduduk lanjut usia. Di bawah kebijakan baru, akses ke perawatan geriatri di fasilitas kesehatan umum dijamin tanpa biaya bagi seluruh lanjut usia di Bali. Lebih lanjut, kebijakan tersebut menegaskan hak lanjut usia untuk memperoleh perlindungan dari eksploitasi, kekerasan, perlakuan buruk dari dalam maupun luar rumah, dan dari bencana alam.

Dengan mendorong kehidupan yang aktif hingga usia lanjut, kebijakan ini juga menegaskan hak para lanjut usia untuk terlibat dalam aktivitas sosial di masyarakat dan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Dukungan keuangan untuk kebijakan tersebut telah dijaminkan di bawah undang-undang dan anggaran rumah tangga provinsi, kabupaten, dan desa.

Surga untuk Semua?

Sebelum adanya proyek percontohan di Ketewel, sekitar 90 persen penduduk lanjut usia belum pernah mendengar tentang demensia. Sehingga, langkah pertama yang dilakukan dalam proyek tersebut adalah meningkatkan kesadaran dan pemahaman di seluruh kalangan masyarakat tentang apa itu demensia, bagaimana upaya pencegahannya, dan apa saja risiko serta gejalanya.

Pelatihan lebih lanjut dalam penanganan penderita demensia dilakukan oleh Alzheimer Indonesia, diikuti oleh petugas kesehatan di puskesmas dan staf pemerintah daerah terkait di Kabupaten Gianyar.

Pejabat desa Ketewel mendukung proyek ini dengan menghidupkan kembali pos pelayananan terpadu untuk lansia (posyandu lansia), pemberian subsidi makanan bergizi, dan mengorganisir kegiatan kelompok untuk kalangan lanjut usia. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan di masyarakat lanjut usia, serta meminimalkan risiko terkena demensia.

Penuaan adalah hal yang pasti dalam kehidupan. Lanjut usia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik apabila terdapat dukungan baik dari keluarga, komunitas, dan pemerintah. Demensia tidak boleh dilihat sebagai bagian yang tak terhindarkan dari penuaan, tetapi suatu kondisi yang dapat dicegah dan diobati.

Seluruh stakeholder harus duduk bersama dan melakukan upaya bersama untuk meningkatkan pengetahuan umum tentang demensia dan gejalanya. Selain itu, mempromosikan upaya pencegahan dini, termasuk perluasan dan peningkatan layanan kesehatan untuk lanjut usia idealnya juga menjadi tanggung jawab bersama.

Pendekatan yang diujicobakan di Ketewel memberikan contoh bagaimana seluruh masyarakat dapat terlibat dalam meningkatkan kesejahteraan di kalangan lanjut usia, sesuatu yang akan menjadi sangat penting di Indonesia yang sebagian besar penduduknya semakin menua.

Publikasi artikel ini dalam Bahasa Inggris dapat dilihat di: 

*Riska Dwi Astuti is a researcher at SurveyMETER, a research institute in Yogyakarta.

 

Publikasi artikel ini dalam Bahasa Inggris dapat dilihat di: 

https://bit.ly/352vvRl