Tantangan dalam Pembelajaran PAUD pada Masa Pandemi
Senin, 15/06/2020SurveyMETERHendy Puspitha Primasari, SE
KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan meminta selama pandemi Covid-19 ini, guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tidak memberikan tugas macam-macam kepada muridnya. Selama masa pandemi ini, anak-anak diberikan kemerdekaan untuk bermain sepuas-puasnya di rumah. Demikian disampaikan Plt. Direktur Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Pendidikan Anak Usia Dini, Abdoellah dalam video konferensi pada Selasa 31/3/2020 lalu.
Menanggapi himbauan tersebut, tidak sedikit guru PAUD yang kemudian menerapkan pembelajaran dengan metode yang berbeda. Salah satunya seorang guru PAUD di Kab Kulonprogo menyampaikan, sejak adanya himbauan dari Dinas Pendidikan Kab Kulonprogo untuk tidak memberikan materi pembelajaran sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran —semacam acuan untuk mengelola kegiatan bermain dalam upaya mencapai kompetensi dasar, maka dia lebih banyak memberikan tugas dengan materi pembelajaran yang sifatnya pembiasaan.
Materi-materi pembiasaan yang ditugaskan selama pembelajaran di rumah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang selama ini diterapkan di sekolah. Ada tiga tema dalam materi yang diberikan yaitu PHBS, pendidikan karakter dan keagamaan. Materi PHBS misalnya praktek cuci tangan, mandi, gosok gigi, membersihkan perlengkapan makan sendiri. Materi pendidikan karakter misalnya membantu orang tua, berbicara sopan, mengucapkan terima kasih, minta tolong. Sedangkan materi keagamaan contohnya wudhu, sholat, membaca iqro, hafalan surat pendek, berdoa sebelum beraktivitas, dan sebagainya. Materi materi tersebut sesuai dengan kurikulum yang saat ini digunakan, yaitu kurikulum 2013.
Tugas-tugas pembiasaan tersebut diberikan setiap hari melalui WA group dalam bentuk teks instruksi, audio instruksi dan juga video contoh. Selanjutnya orang tua akan mendampingi serta mendokumentasikan kegiatan tersebut dalam bentuk video atau foto dan kemudian dikirimkan ke guru sebagai bahan pemantauan dan penilaian.
Tidak Semudah yang Dibayangkan
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran di rumah dengan metode pembiasaan tidaklah semudah yang dibayangkan. Faktor kurangnya semangat anak dan kurangnya kemampuan orang tua dalam mendampingi anak menjadi tantangan dalam penerapan metode pembiasaan. Seorang kepala sekolah di Bantul menyampaikan kepada penulis, ternyata tidak semua orang tua bisa seperti guru di sekolah. Banyak orang tua tidak telaten, anak biasanya malah dibentak-bentak yang juga efeknya kurang bagus. Mungkin karena keadaan situasi dan kondisi, anak jadi kurang semangat di rumah sehingga jenuh, tidak ada teman-teman, dan tidak ada yang memotivasi. Karena biasanya di sekolah guru menyampaikan pembelajaran diselingi dengan seni, ada tepuk-tepuk, bernyanyi, dan selingan berbagai kreativitas lainnya, sedangkan di rumah cenderung monoton.
Tidak bisa dipungkiri, salah satu sifat anak-anak adalah mereka sangat mudah untuk berubah pikiran dan berubah suasana hatinya (moody). Hal tersebut dikarenakan anak usia dini belum bisa mengontrol diri dengan baik. Kebanyakan dari mereka belum bisa berkomunikasi dengan lancar dan menyampaikan apa yang dirasakan. Hal ini masih ditambah faktor atmosfir belajar anak yang tiba tiba berubah, dari yang biasanya dilakukan bersama teman dengan penuh warna dan kreativitas, sekarang harus dilakukan sendiri dan kurang menarik.
Suasana hati dan emosi anak yang seringkali berubah secara tiba-tiba membuat orang tua merasa bingung dan kewalahan. Tidak semua orang tua paham bagaimana menghadapi anak yang berperilaku tidak sesuai harapan. Dalam situasi ini, tidak jarang orang tua gagal membentuk komunikasi dengan anak. Alih-alih memahami perilaku anak, justru orang tua lebih sering marah dan membentak. Hal ini tentu akan kontradiktif dengan proses pembelajaran yang sedang dilakukan.
Tantangan lain dalam penerapan pembelajaran pembiasaan di rumah adalah pola pikir dan motivasi orang tua. Salah satu contohnya orang tua murid yang diwawancara penulis menyatakan bahwa motivasi menyekolahkan anak di PAUD selama ini lebih sekadar untuk menitipkan anak ketika ditinggal bekerja. Sehingga, saat anak tidak bersekolah dan hanya bermain di rumah, orang tua merasa bahwa ini adalah hal yang sudah seharusnya bagi anak. Motivasi dan pola pikir seperti ini bisa menjadi salah satu penyebab orang tua malas untuk mendampingi anak dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Permasalahan lain yang dialami guru adalah terkait pengamatan dan penilaian. Selama pandemi Covid-19, pengamatan hanya bisa dilakukan dengan melihat video dan foto yang dikirimkan oleh orang tua murid. Hal ini menyebabkan aktivitas pengamatan yang dilakukan oleh guru menjadi sangat terbatas. Seorang kepala TK di Bantul kepada penulis menyampaikan, selama ini tidak bisa memantau sepenuhnya proses penerapan pembelajaran di rumah. Berbeda dengan saat di sekolah, dari pagi sampai siang bisa memantau anak-anak, terutama pembiasaannya semisal hafalan-hafalan. Sekarang dengan situasi ini guru tidak bisa mengulang-ulang lagi hafalannya, sehingga itu menyulitkan. Dari video yang dikirimkan, guru kelas juga tidak bisa melihat secara langsung anak ikut menghafalkan atau tidak.
Sementara, penilaian pada metode pembiasaan adalah dengan teknik penilaian catatan anekdot, yaitu melakukan pengamatan secara penuh kemudian mencatat seluruh fakta, menceritakan situasi yang terjadi, menuliskan apa yang dilakukan anak dan apa yang dikatakan anak. Catatan anekdot ini berfungsi sebagai jurnal kegiatan harian yang memungkinkan untuk mengetahui perkembangan anak. Alhasil dengan adanya keterbatasan pengamatan, bisa dipastikan pencatatan anekdot tidak akan berjalan maksimal. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada validitas penilaian yang dilakukan guru.
Sinergi dan Dukungan
Dari beberapa permasalahan yang diungkapkan oleh guru dan kondisi orang tua murid di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan tidak berjalan dengan mudah. Peran vital orang tua dalam penerapan metode pembiasaan di rumah belum diikuti dengan pemahaman yang cukup tentang bagaimana mendampingi dan membimbing anak sesuai kaidah-kaidah PAUD. Kebingungan orang tua dapat berakibat pada anak mengalami hal-hal yang seharusnya tidak dialami pada usianya. Kesiapan orang tua untuk menciptakan lingkungan belajar menjadi kritis. Sementara pengamatan terbatas yang menyebabkan validitas penilaian berkurang menjadi masalah yang krusial dialami guru.
Kondisi pandemi memang berat untuk semua orang, terlebih bagi orang tua karena beban pikiran dan tanggung jawab bertambah dengan intensitas mendampingi anak dalam pembelajaran di rumah. Namun demikian penting bagi orang tua untuk membuka diri, membuka wawasan dan semangat untuk belajar bagaimana mendampingi anak dalam proses pembelajaran. Saatnya orang tua menyadari bahwa pembelajaran anak saat ini kembali menjadi tanggung jawab orang tua sepenuhnya, kembali ke kodratnya bahwa orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak.
Di sisi lain guru diharapkan mampu menjaga komunikasi dua arah dengan orang tua dan anak didik secara reguler. Diawali dengan memastikan kebutuhan dasar anak terpenuhi, kemudian dilanjutkan dengan berbagi ilmu kiat-kiat mendidik anak sesuai metode pembiasaan di PAUD. Guru harus membuka pintu lebar-lebar menjadi konsultan bagi orang tua dan memupuk kepercayaan diri orang tua.
Dinas Pendidikan harus lebih berperan aktif memberikan dukungan kepada guru dan orang tua murid. Mengambil langkah-langkah inovatif, memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi serta mempertimbangkan cara-cara yang lebih baik lagi, untuk memberikan pendidikan selama masa pandemi ini belum berakhir.
Melewati masa pandemi memang bukan hal yang mudah bagi guru, orang tua dan anak. Akan tetapi semua bergantung pada kemauan. Manakala segala sesuatunya sudah siap, bukan tidak mungkin terwujud PAUD From Home sepenuhnya. ***
Artikel ini dipublikasikan pertama kali di:
http://news.koranbernas.id/berita/detail/tantangan-dalam-pembelajaran-paud-pada-masa-pandemi