Studi Perkembangan Millennium Development Goals (MDGs) di Indonesia

Rabu, 07/11/2012

causes
Training Petugas Lapangan Sub Studi E1, Juli 2012

Studi Perkembangan MDGs di Indonesia dimulai dari tahun 2012 hingga 2014 mendatang atau selama 15 bulan. SurveyMETER dan Centre for Development Innovation (CDI) melaksanakan studi evaluasi ini setelah mendapat mandat dari Amsterdam Institute for International Development (AIID) sebagai konsorsium di Indonesia dalam pelaksanaan program natuan Pemerintah Belanda dalam hal ini the Dutch Co-Financing System (MFS II) for development cooperation untuk membantu suksesnya pelaksanaan MDGs di Indonesia. MFS II memberikan bantuan kepada sejumlah Southern Partner Orgainzations (SPO) atau lembaga mitra di negara berkembang termasuk 94 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia. Pemberian dana ini bersifat bantuan kemitraan dalam berbagai kegiatan pembangunan dengan tujuan untuk memperkuat masyarakat sipil di negara berkembang dan berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan yang berkelanjutan.

Studi ini bermula dari Millennium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Millennium. MDGs mengacu kepada Deklarasi Milenium yang merupakan hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, yaitu delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut. Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium tersebut.

Deklarasi tersebut berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.  Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih, serta membangun kemitraan global dalam pembangunan pada tahun 2015.

Bantuan Pemerintah Belanda

Indonesia yang ikut menandatangani deklarasi berusaha melaksanakan komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut walaupun akan menghadapi berbagai kendala. Karenanya, MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama dan implementasinya di masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tukar guling hutang untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs di daerah Asia dan Pasifik. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia bekerja keras serta mewujudkan MDGs 2015 kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor.

Untuk membantu suksesnya MDGs tersebut, Pemerintah Belanda dalam hal ini the Dutch Co-Financing System (MFS II) for development cooperation melalui 20 konsorsium LSM Belanda sebagai penyalur pendanaan MFS II. Bantuan MFS II ini diberikan terkait dengan 7 bidang dari 8 bidang tujuan MDGs, yaitu: MDGs 1: Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, MDGs 3: Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, MDGs 4: Menurunkan angka kematian anak, MDGs 5: Meningkatkan kesehatan ibu, MDGs 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan lainnya, MDGs 7: Memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan Good Governance sebagai dasar untuk mencapai MDGs.

Pelaksanaan Studi Perkembangan MDGs di Indonesia

Kementerian Luar Negeri Belanda memerlukan evaluasi independen eksternal kegiatan MFS II baik untuk kegiatan yang didanai penuh atau didanai sebagian oleh Pemerintah Belanda. Dari 20 konsorsium yang menyalurkan dana MFS II, 19 konsorsium memutuskan untuk melakukan evaluasi bersama. Sebagai konsorsium di Indonesia, Amsterdam Institute for International Development (AIID) menunjuk Centre for Development Innovation (CDI) bekerjasama dengan SurveyMETER untuk melakukan sebuah studi evaluasi terhadap pelaksanaan dan kemanfaatan program MFS II di Indonesia.

Studi ini mencakup dua belas sub-studi yang dikategorikan dalam E1 sampai E12. Aspek yang menjadi perhatian kedua belas sub studi tersebut, meliputi:

  1. E1. Terkait dengan MDGs 7 (a dan b) dan 1: cakupan hutan bakau, manajemen hutan, bagian dari pendapatan yang memanfaatkan ekosistem, kesadaran rumah tangga tentang bencana alam, dan teknologi pengurangan resiko bencana.
  2. E2. Terkait dengan MDGs 7 (a dan b) dan 1: kesadaran dan tingkah laku rumah tangga dalam manajemen sumber daya alam, jumlah rumah tangga yang mendaftar berpartisipasi dalam manajemen hutan yang berkelanjutan, bagian dari pendapatan yang memanfaatkan ekosistem, dan konflik pertanahan yang terselesaikan.
  3. E3. Terkait dengan MDGs 7 (a dan b) dan 1 serta Good Governance: dukungan yang diperoleh oleh LSM terkait dengan MDGs 7a dan 7b, model tata ruang dan skema perlindungan ekologi dan warisan budaya; restorasi ekosistem, perbaikan taraf hidup, mendapatkan pengakuan dari pemerintah, cakupan area hutan, dan keanekaragaman hayati.
  4. E4. Terkait dengan MDGs 1 dan MDGs 7 (a dan b): jumlah varietas benih yang mendapatkan sertifikasi, harga benih, keadaan ekonomi petani, produktivitas petani, jumlah benih yang terjual di pasar nasional, dan akses pada kredit.
  5. E5. Terkait dengan MDGs 1: keadaan ekonomi rumah tangga.
  6. E6. Terkait dengan MDGs 1: manfaat pendidikan pengelolaan keuangan rumah tangga, akses pada kredit, dan keadaan ekonomi rumah tangga.
  7. E7. Terkait dengan MDGs 3: kemandirian perempuan, kesadaran hukum perempuan, dan tingkat kekerasan pada perempuan.
  8. E8. Terkait dengan Good Governance: peningkatan kapasaitas komunitas dalam manajemen sumber daya alam dan manajemen bencana, regulasi komunitas dan dokumentasi kebijakan lokal yang memuat tentang manajemen sumber daya alam, struktur manajemen hutan, jumlah rumah tangga yang hidup dari manajemen hutan, dan nafkah rumah tangga.
  9. E9. Terkait dengan Good Governance and MDGs 7: kesadaran akan hak atas sumber daya alam, penyelesaian konflik, kepemilikan sumber daya alam, dan luas hutan komunitas.
  10. E10. Terkait dengan MDGs 1: produktivitas, nafkah petani kacang mete, harga kacang mete, kacang mete yang terjual di pasaran nasional dan regional, akses pada kredit, keadaan lingkungan usaha, dan lapangan pekerjaan baru.
  11. E11. Terkait dengan MDGs 4, 5, 6, dan MDGs 3: kesehatan mental dan fisik perempuan, kemandirian perempuan, perubahan tingkah laku, dan kemandirian pelaku kekerasan pada perempuan.
  12. E12. Terkait dengan MDGs 3 dan MDGs 4, 5, 6: pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi, pedidikan seks, dan hak asasi.

Studi ini dilaksanakan dalam dua putaran, putaran baseline pada tahun 2012 dan endline pada tahun 2014. Untuk putaran baseline, studi ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2012. Studi dilakukan pada 94 komunitas LSM (SPO) sebagai penerima program MFS II yang berada di 9 provinsi, dengan rincian sub studi: E1 di Nusa Tenggara Timur; E2 di Papua; E3 di Kalimantan Barat; E4 di Jawa Barat; E5 di Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jawa Barat; E6 di Jawa Tengah; E7 di Jawa Tengah; E8 di Aceh; E9 di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur; E10 di Nusa Tenggara Timur; E11 di Daerah Istimewa Yogyakarta; dan E12 di DKI Jakarta.

Pada tahun 2013 ini, kegiatan studi diisi dengan pelaksanaan studi kualitatif dan sebagian kuantitatif di setiap sub studi yang merupakan instrumen tambahan dan pendalaman dari pelaksanaan baseline survei kuantitatif yang dilaksanakan pada tahun 2012 lalu.(JF)