causes

Diseminasi Annual Survey HIV AIDS 2013 di Malang


  • Tanggal : 26/09/2013 - 26/09/2013
  • Lokasi : Ballroom Barat Regent’s Park Hotel Malang


Diseminasi Annual Survey HIV AIDS 2013 di Kota Malang digelar di Ballroom Barat Regent’s Park Hotel Malang pada 26 September 2013. Pelaksanaan diseminasi di Kota Malang ini memiliki cakupan dan sasaran peserta diseminasi yang lebih regional yaitu lembaga dan stakeholder yang berada wilayah Malang Raya meliputi Kabupaten dan Kota Malang, Kabupaten dan Kota Kediri, serta Kabupaten Pasuruan.

Struktur penyelenggara kegiatan ini adalah USAID sebagai donator program, SUM2 melalui SUM Regional Jawa Timur sebagai pelaksana teknis program, SurveyMETER sebagai mentor pelaksanaan survei hingga diseminasi, serta Yayasan PARAMITRA dan Yayasan IGAMA sebagai CSO peserta dan pelaksana program. Dengan ukuran bisa menghadirkan stakeholder utama dan berkompeten yaitu Wakil Walikota Malang, desiminasi di Malang ini dinilai sukses. Juga, hadir perwakilan dari akademisi, SKPD terkait dari wilayah Malangraya. Tujuan kegiatan ini adalah:

  1. Menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan oleh CSO yang berkonsentrasi kepada isu HIV dan AIDS di Jawa Timur khususnya di wilayah Malangraya.
  2. Membahas sejauh mana hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk pengembangan dan perbaikan program penanggulangan HIV dan AIDS di di Jawa Timur Indonesia khususnya di wilayah Malangraya.

Sambutan acara disampaikan oleh perwakilan USAID-SUM Program disampaikan SUM2 Regional Jawa Timur, Bapak Mainul Sofyan, dan Pembina SurveyMETER, Ibu Bondan Sikoki SE, MA. Dalam sambutannya, Mianul  menyampaikan terima kasih banyak atas kehadiran Bapak Wakil Walikota Malang, Drs. Sutiaji. Karena kehadirannya merupakan dukungan penggiat program penanggulangan HIV AIDS di Kota Malang khususnya. Dan, paparan yang disampaikn CSO merupakan masukan konstruktif untuk program ini. Ibu Bondan menyampaikan bahwa tujuan dari kegiatan Annual Survey HIV AIDS ini untuk melihat bagimana dampak program pendampingan dan penjangkauan CSO terhadap populasi rentan penyebaran HIV AIDS di wilayah Malangraya. Menurut Ibu Bondan, Annual Survey ini murni dilakuakan CSO, SurveyMETER hanya mendampingi saja hingga pembuatan tabulasi untuk kegiatan diseminasi ini. Hasil dari paparan CSO bisa diintergrasikan ke dalam program pemerintah.

Pada acara sambutan dan pembukaannya, Wakil Walikota Malang, Drs. Sutiaji, menyampaikan banyak hal mengenai permasalahan penanggulangan HIV AIDS ini. Pertama, dia menjelaskan fungsi dan tugas kemanusiaan manusia sebagai khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi untuk menyampaikan kebajikan dan membantu sesama manusia tanpa pandang asal-usul dan keadaan termasuk melayani pengidap HIV AIDS. Kedua, dia menyampaikan sekilas mengenai masyarakat Kota Malang yang terbuka dan tingkat urabanisasi yang cukup kita yang mendukung penyebaran HIV AIDS di Kota Malang sangat meningkat drastis. Ketiga, dia menyampaikan, anggaran untuk menanggulangi masalh HIV AIDS yang sudah disetujui DPRD Kota Malang akan cukup dan tidak menempel  di Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan saja, tetapi ada pos tersendiri melalui KPA Kota Malang. Keempat, paska kegiatan diseminasi ini, komunitas peduli HIV AIDS dan SKPD direkomendasikan untuk duduk dan presentasi bersama kepada Wakil Walikota mengenai tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Selanjutnya acara inti pemaparan hasil Annual Survey HIV AIDS dipandu oleh moderator, Asiah Sugianti, seorang aktivis sosial di wilayah Jawa Timur. Empat pemapar yaitu dari Yayasan PARAMITRA, Yayasan IGAMA, SurveyMETER, dan FHI SUM1 Program.  Paparan pertama dari Yayasan IGAMA terkait riset yang dilakukan terhadap kelompok dampingannya dari komunitas laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) menyimpulkan temuan data bahwa pada komunitas LSL khususnya di Malang Raya:

  • Pengetahuan komprehensif tentang HIV paling tinggi di tingkat kelompok yang berpendidikan SMA sebesar 67% dan yang terendah berpendidikan SMP sebesar  9%.
  • Perilaku beresiko menularkan IMS HIV AIDS pada komunitas LSL masih cukup tinggi (59%) hubungan seks anal-seks dan oral-seks.
  • Tingkat penggunaan kondom responden saat melakukan hubungan seks pada KD (59%) lebih tinggi dibanding responden Non KD (38%)
  • Ada dampak yang signifikan dari intervensi program oleh CSO Yayasan IGAMA terhadap perilaku pencarian layanan kesehatan responden. Tingkat kunjungan tes HCT KD lebih tinggi dibandingkan responden non KD. Demikian juga tingkat kunjungan tes IMS KD lebih tinggi dibanding responden non KD.
  • Ada pengaruh yang signifikan atas frekuensi kunjungan PL CSO IGAMA terhadap perilaku pencarian layanan kesehatan responden.

Paparan hasil riset kelima di sesi 2 dari Yayasan PARAMITRA Malang dengan kelompok dampingan dari komunitas WPS dan Waria menyimpulkan temuan data bahwa pada responden KD Lama dan Non KD telah memberikan pandangan yang lebih luas tentang situasi perilaku yang terkait HIV dan AIDS dalam program yang sedang berjalan. Salah satu harapan dengan adanya informasi ini dapat berkontribusi terhadap proses pengembangan program penanggulangan AIDS yang berdasarkan bukti ilmiah. Hal ini dikarenakan temuan kunci bahwa:

  1. pengetahuan komprehensif mengenai HIV dan AIDS masih rendah
  2. penggunaan kondom saat berhubungan seks dengan pacar atau pasangan tetap lebih tinggi dibandingkan dengan tamu atau pelanggan
  3. sebagian besar responden yang telah memanfaatkan layanan IMS dan telah dibarengi dengan layanan pemeriksaan HIV, menunjukkan layanan IMS dan HIV sudah berjalan

Sementara paparan hasil riset SurveyMETER, yang disampaikan Dr Ni Wayan Suriastini MPhil, merangkum keseluruhan riset dari sisi Korelasi Program Intervensi dengan Pengetahuan dan Prilaku MARP memunculkan data-data positif, yaitu:

  • Pengetahuan komprehensif WPS, Waria, dan LSL berkorelasi positif dengan program penjangkauan yang bersipat tatap muka
  • Untuk penasun, akses terhadap internet dan media sosial pengaruhnya sangat positif. Sehingga menjadi sangat potensial untuk dicobakan penyebaran informasi lewat media social
  • Untuk pekerja seks yang dibayar, pendidikan yang tinggi dan umur menentukan apakah ia akan menggunakan kondom atau tidak
  • Pemerikasaan IMS berkorelasi positif dengan program regular penjangkauan dan edutainment
  • Khusus untuk LSL, periksa regular IMS juga terkait dengan program lewat internet dan SMS/BBM/whatshapp
  • Secara konsiseten, program penjangkauan dan edutainment berkorelasi positif dengan perilaku melakukan tes HIV dalam 6 bulan terakhir untuk semua jenis KD
  • Khusus untuk LSL juga signifikan dengan program komunikasi. Jadi penjangkauan langsung tatap muka sangat berpengaruh sekali untuk memeriksaan HIV atau tidaknya seorang KD

Paparan studi dari FHI SUM1 mengenai pengukuran cakupan kondom, kualitas cakupan, dan akses kondom di sejumlah hotzone WPS di Kabupaten Malang dengan menggunakan aplikasi GPS dan GIS menyimpulkan:

  • Cakupan kondom terutama di lokasi/lokalisasi masih perlu ditingkatkan dari 70% menjadi paling tidak 90%
  • Akses kondom di dalam hotspot dan dalam jarak 10 meter perlu ditingkatkan
  • Distribusi kondom subsidi perlu lebih gencar  segmen pasar  non lokasi, perlu lebih banyak ke WPSTL. Telah banyak outlet mandiri di lokasi
  • Keterlihatan stok kondom dan media promosi kondom perlu ditingkatkan

Pada bagian tanggapan dan diskusi memunculkan usulan untuk memunculkan data dari hasil Annual survey ini yang belum disampaikan. Perwakilan dari KPA Kota Malang menyampaikan sanggahannya terhadap data mengenai pengetahuan komprehensif dan perubahan prilaku KD yang rendah yang tidak sinkron dan seolah menafikan hasil kerja KPA Kota Malang di lapangan selama ini. Padahal selama ini dari berbagai kegiatan intervensi terihat perubahan prilaku untuk pemeriksaan IMS yang signifikan di Kota Malang. Penanggap lainnya menggugat bagaimana cara kerja CSO dalam mendampingi dan menjangkau kalau data yang dihasilkan tidak signifikan. Apalagi kalau dilihat pada prilaku KD-nya, WPS dengan pelanggan lebih tinggi frekuensi pemakaian kondomnya daripada dengan pacar/pasangannya sendiri saat berhubungan.

Dari tanggapan balik, dapat dipahami bahwa upaya pendampingan dan penjangkauan tidak berbanding lurus dengan data yang diperoleh, bisa jadi karena hubungan seks komersial dilakukan di tempat yang sangat privat. Apalagi adaya tawar WPS sangat rendah di hadapan penikmat seks. Persentase pemakaian kondom lebih besar saat berhubungan dengan bukan pasangan karena bisa jadi dengan pasangan tetap sudah ada ikatan emosional dan kepercayaan sehingga angkanya rendah. Secara umum untuk hasil Annual Survey di Jawa Timur ini tingkat pengetahuan konfrehensifnya rendah tapi pemeriksaan cukup tinggi.

Baberapa review dapat ditarik dari diseminasi di Kota Malang ini, yaitu bahwa apa yang dilakukan CSO selama ini harus ada evaluasi mengenai efektif atau tidaknya. Sejauh mana, misalnya, perilaku pemerikasaan tidak signifikan dengan aturan, pemakaian, dan ketersediaan kondom. Atau sejauh mana, kondom yang sudah dibeli bisa dikontrol, apakah dipakai di kamar atau tidak? Kenapa pemakaian kondom KD rendah? Apakah perlu perluasan program yang tidak hanya menjangkau KD tetapi juga pasangannya? Pada dasarnya apa yang dilakukan CSO tidak akan bermakna apa-apa kalau tidak ada bantuan bersama. CSO atau LSM banyak keterbatasan, seperti halnya dinas yang banyak keterbatasan sumberdaya. Disamping itu, masalah pendapatan juga berkorelasi dengan pengetahuan, jadi diperlukan juga upaya pemberdayaan ekonomi KD.

Dari hasil review tersebut dihasilkan beberapa rekomendasi dari diseminasi di Kota Malang, yaitu:

  • Peningkatkan program outreach pada komunitas beresiko untuk mendukung upaya peningkatan pengetahuan komprehensif dan perubahan perilaku.
  • Pengembangan strategi penjangkauan dan pendampingan untuk kelompok beresiko yang tertutup dalam mengakses informasi dan layanan kesehatan IMS, HIV dan AIDS.
  • Perlunya terobosan baru serta pemanfaatan IT untuk mendukung program.
  • Pentingnya dukungan untuk sustainability kepada Organisasi Masyarakat Sipil terkait program penanggulangan HIV AIDS untuk meminimalisir ketergantungan pendanaan pada founding luar negeri.
  • Pentingnya peningkatan pemahaman kepada KD dan petugas layanan kesehatan mengenai persetujan ketika akan melakukan tes HIV sebagai salah satu bentuk perlakuan kode etik konseling.
  • Pentingnya partisipasi masyarakat dalam membentuk kesepakatan lokaldemi terciptanya lingkungan yang kondusif serta sebagai upaya monitoring WPS khususnya dalam hal kesehatan.
  • Pemberian informasi pengetahuan perlu lebih fokus dan kuat misalnya dalam pengetahuan komprehensif dan negosiasi kondom.
  • Menemukan dan mencobakan cara penjangkauan inovatif misalnya pemanfaatan media informasi lewat cell phone pada WPS dan Waria.

Gallery :