causes

Diseminasi Annual Survey HIV AIDS 2013 di Surabaya


  • Tanggal : 25/09/2013 - 25/09/2013
  • Lokasi : Ballroom 2 Mercure Grand Mirama Surabaya


Di Jawa Timur, Diseminasi Annual Survey HIV AIDS dari 6 CSO pelaksana program dari USAID melalui SUM2 Program digelar di Ballroom 2 Mercure Grand Mirama Surabaya pada 25 September 2013. Keenam CSO tersebut adalah Yayasan GENTA Surabaya, Yayasan ORBIT Surabaya, Yayasan GAYa NUSANTARA, Yayasan PERWAKOS Surabaya, Yayasan PARAMITRA Malang, dan Yayasan IGAMA Malang.

Pelaksanaan kegiatan diseminasi di Surabaya ini relatif sukses karena CSO-CSO berhasil menggandeng Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jawa Timur untuk tampil sebagai penyelenggara hajat sekaligus pengundang bagi lembaga, CSR perusahaan, dan para stakeholder penanggulangan HIV AIDS di Jawa Timur sebagai sasaran kegiatan. Kecuali mendatangan CSR perusahaan yang hasilnya kurang maksimal, lembaga dan stakeholder utama bidang penanggulangan HIV AIDS di Jawa Timur banyak yang datang. Keberhasilan ini juga dikarenakan setiap CSO dapat membackup target undangan masing-masing. Alhasil, KPA Jawa Timur, USAID SUM2 Program, SurveyMETER, dan keenam CSO adalah panitia utama untuk keberhasilan kegiatan diseminasi ini.

Tujuan kegiatan diseminasi di Surabaya ini adalah:

  1. Menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan oleh CSO-CSO yang berkonsentrasi kepada isu HIV dan AIDS di Indonesia khusunya di wilayah Jawa Timur.
  2. Membahas sejauh mana hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk pengembangan dan perbaikan program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Timur.

Acara dibuka oleh Sekretaris KPA Jawa Timur, Dr Otto Bambang Wahyudi Ms, MM. Pada bagian sambutannya, setelah mengapresiasi kegiatan diseminasi ini, Dr Otto mengingatkan bahwa populasi penyandang HIV AIDS di Jawa Timur yang terjangkau baru 17.775 orang dari estimasi ada 32.715 orang. Kedepan juga harus ada yang menjadi stressing dari hasil Annual Survey ini termasuk pentingnya penelitian kualitatif dan kuantitatif sekaligus untuk menghasilkan data yang lebih akurat.

Acara inti pemaparan hasil riset dibagi dua. Sesi I pemaparan gelombang satu dari 4 CSO, sesi II pemaparan gelombang dua terdiri dari 2 pemapar dari CSO dan 2 paparan dari penelitian FHI SUM1 dan rangkuman secara global hasi Annual Survey oleh SurveyMETER. Acara inti ini dipandu moderator oleh Dr Dede Oetomo PhD, pakar Sosiologi Linguistik dari Universitas Airlangga Surabaya yang juga pembina Yayasan GAYa NUSANTARA.

Poin pokok dari paparan hasil riset pertama dari Yayasan GAYa NUSANTARA dengan kelompok dampingan dari komunitas laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) memunculkan data bahwa kelompok umur LSL bervariasi ANTARA 20-40 tahun dengan usia aktif 20-29 tahun, tingkat pendidikan terbesar SMA. Mereka mencari pasangan melalui internet. Untuk perubahan perilaku, misalnya pemakaian kondom, sudah relative memiliki kesadaran untuk membeli sendiri meskipun mayoritas banyaknya  mengandalkan suplay berjalan dari pendamping.

Poin pokok dari paparan hasil riset kedua dari Yayasan GENTA dengan kelompok dampingan dari komunitas wanita pekerja seks langsung (WPS) menyuguhkan data bahwa dari sisi penghasilan, WPS umumnya tidak hanya diperoleh melalui bekerja sebagai WPS tetapi sebagai purel/“mbandari”, usaha lain seperti berdagang, dan transfer  dari pihak lain. Pengetahuan komprehensif atas beberapa pengetahuan  dasar tentang HIV-AIDS masih sangat rendah, hanya 13 % yang menjawab benar. WPS paling banyak hanya menempuh pendidikan tingkat SD dengan usia 20-50 tahun. Tingkat kesadaran mereka untuk menggunakan kondom dengan pasangan tetap ketika melakukan hubungan seks masih kurang dibanding bersama dengan pasangan tidak tetap. Meski demikian persentase yang melakukan pemeriksaan cukup tinggi dikarenakan adanya kesepakatan lokal yang mewajibkan mengikuti pemeriksaan.

Paparan hasil riset ketiga dari Yayasan IGAMA dengan kelompok dampingan dari komunitas laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) menyimpulkan temuan data bahwa pada komunitas LSL khususnya di Malang Raya:

  • Pengetahuan komprehensif tentang HIV paling tinggi di tingkat kelompok yang berpendidikan SMA sebesar 67% dan yang terendah berpendidikan SMP sebesar  9%.
  • Perilaku beresiko menularkan IMS HIV AIDS pada komunitas LSL masih cukup tinggi (59%) hubungan seks anal-seks dan oral-seks.
  • Tingkat penggunaan kondom responden saat melakukan hubungan seks pada KD (59%) lebih tinggi dibanding responden Non KD (38%)
  • Ada dampak yang signifikan dari intervensi program oleh CSO Yayasan IGAMA terhadap perilaku pencarian layanan kesehatan responden. Tingkat kunjungan tes HCT KD lebih tinggi dibandingkan responden non KD. Demikian juga tingkat kunjungan tes IMS KD lebih tinggi dibanding responden non KD.
  • Ada pengaruh yang signifikan atas frekuensi kunjungan PL CSO IGAMA terhadap perilaku pencarian layanan kesehatan responden.

Paparan hasil riset keempat dari Yayasan ORBIT dengan kelompok dampingan dari komunitas PENASUN menyimpulkan temuan data bahwa:

  1. Usia penggunaan Napza diketahui dimulai pada usia 15 tahun hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan pada usia ini perlu ditingkatkan.
  2. Terdapat usia Penasun di rentang 20 sampai 30 tahun, sehingga diperlukan upaya pendekatan program yang berbasis remaja.
  3. Diketahui Penasun yang tidak melakukan sharing jarum memiliki angka prosentase tinggi, hal ini salah satunya ditunjang dengan adanya program satelit LJSS yang merupakan kemitraan antara DKK melalui PKM dan LSM dengan dasar kemudahan akses, namun demikian intensitas penyuntikan Napza yang cukup tinggi sehingga masih membutuhkan keberlanjutan program LJSS.
  4. Peran Petugas Lapangan dalam mempengaruhi Kelompok Dampingan dengan upaya pemberian informasi mengenai pengetahuan komprehensive sangat berpengaruh pada perubahan perilaku Penasun
  5. Hubungan seksual Penasun yang cukup tinggi ke berbagai tipe pasangan dengan penggunaan kondom yang belum konsisten sangat berpengaruh terhadap penyebaran HIV/ AIDS.
  6. Subtitusi oral masih menjadi pilihan dalam mengatasi adiksi dan menekan penularan HIV/ AIDS, meskipun banyak jenis tertentu yang masih disalahgunakan oleh penasun.
  7. Pemeriksaan test HIV di LSM baik melalui layanan DiC maupun Mobile masih menjadi pilihan komunitas.
  8. Upaya negoisasi dalam mendorong komunitas mengakses layanan perlu dilakukan terus menerus dalam kinerja lapangan, misalnya untuk pemeriksaan IMS, TB dan pengobatan lainnya.
  9. Ketersediaan berbagai jenis Napza yang disuntikan yakni antara lain Heroin, Subuxon, Diazepam, Subutex dan Metadon

Paparan hasil riset kelima di sesi 2 dari Yayasan PARAMITRA Malang dengan kelompok dampingan dari komunitas WPS dan Waria menyimpulkan temuan data bahwa pada responden KD Lama dan Non KD telah memberikan pandangan yang lebih luas tentang situasi perilaku yang terkait HIV dan AIDS dalam program yang sedang berjalan. Salah satu harapan dengan adanya informasi ini dapat berkontribusi terhadap proses pengembangan program penanggulangan AIDS yang berdasarkan bukti ilmiah. Hal ini dikarenakan temuan kunci bahwa pengetahuan komprehensif mengenai HIV dan AIDS masih rendah, penggunaan kondom saat berhubungan seks dengan pacar atau pasangan tetap lebih tinggi dibandingkan dengan tamu atau pelanggan, dan sebagian besar responden yang telah memanfaatkan layanan IMS dan telah dibarengi dengan layanan pemeriksaan HIV, menunjukkan layanan IMS dan HIV sudah berjalan.

Paparan hasil riset keenam di sesi 2 dari Yayasan PERWAKOS Surabaya dengan kelompok dampingan dari komunitas Waria menyimpulkan temuan data bahwa:

  1. Pengetahuan komprehensif masih perlu untuk ditingkatkan lagi meskipun kegiatan penjangkauan  sudah baik
  2. Pendistribusian kondom pada waria sudah cukup tinggi, namun yang perlu ditingkatkan lagi adalah kesadaran waria untuk  akses kondom secara mandiri dan pemakaian kondom secara konsisten
  3. Cakupan pernah test HIV pada waria sudah tinggi
  4. Konsumsi Napza khususnya miras  pada waria masih cukup tinggi meskipun kebutuhan untuk membeli miras sendiri terhitung kecil
  5. CSO atau lembaga merupakan sarana yang cukup strategis, efektif dan komprehensif di dalam upaya terjadinya perubahan perilaku di komunitas waria dan akan berperan memutus mata rantai penularan, menurunkan angka prevalensi sehingga tidak ada lagi infeksi baru serta angka kematian akibat HIV/AIDS
  6. Komunitas waria akan lebih efektif apabila dilakukan oleh waria itu sendiri
  7. Keseimbangan program menjadi sangat diperlukan dalam upaya pengendalian permasalahan IMS dan HIV/AIDS di komunitas waria
  8. Semua kegiatan lembaga masih bergantung pada lembaga donor

Paparan studi dari FHI SUM1 mengenai pengukuran cakupan kondom, kualitas cakupan, dan akses kondom di sejumlah hotzone WPS di Surabaya dengan menggunakan aplikasi GPS dan GIS menyimpulkan:

  • Baru 42% hotspot punya akses terhadap kondom dalam radius 10 meter.
  • Baru 39% outlet kondom yang memajang kondomnya dan baru 13% outlet yang memajang materi promosi kondom di tempat yang mudah dilihat.
  • Sebagian besar outlet buka sampai malam hari sampai pukul 21.00 dan sampai dini hari pukul 04.00.
  • Sutra adalah merk kondom paling populer di berbagai hotspot WPS.
  • 72% tipe merk kondom yang tersedia di outlet adalah kondom komersial, dan 12% adalah kondom subsidi.

Sementara paparan hasil riset SurveyMETER yang merangkum keseluruhan riset dari sisi Korelasi Program Intervensi dengan Pengetahuan dan Prilaku MARP menegaskan bahwa terdapat data yang menarik pada penasun, akses terhadap internet dan media sosial pengaruhnya sangat positif. Sehingga sangat potensial dan berpeluang untuk dicobakan penyebaran informasi lewat media sosial. Kemudian pada pekerja seks yang dibayar, jenjang pendidikan dan umur menentukan apakah ia akan menggunakan kondom atau tidak. Kecenderungan LSL yang berpendidikan tinggi, pada saat membayar dia tidak menggunakan kondom.

Beragam tanggapan dan pertanyaan muncul di forum ini. Pada diskusi setelah pemaparan sesi 1, seorang penanggap menyimpulkan bahwa data yang ditampilkan dalam diseminasi ini secara umum sama dengan kegiatan serupa beberapa tahun lalu. Keberhasilan program tidak hanya diukur dari meningkatnya pengetahuan komprehensif. Bisa jadi pengetahuan komprehensif tidak perlu, yang penting perubahan perilaku.

Pada diskusi sesi 2 terlontar masukan untuk melakukan studi panel. Kegiatan Annual Survey ini sangat berguana bagi perkembangan program ke depan dan perlu dilanjutkan dan melakukan studi panel. Survei kepada orang yang sama tidak akan menghasilkan data yang bias. Untuk pendampingan dan penjangkauan bisa digunakan beberapa terobosan baru seperti penggunaan internet, BBM, dan inovasi lainnnya.

Pada sesi Review Diseminasi dan Langkah Lanjut, dilihat sudah ada perubahan dari stigma dan diskrimininasi terhadap penanganan HIV AISD di Surabaya. Sekarang sudah tidak ada diskriminasi dalam mengakses layanan. Layanan kesehatan sudah harmonis, bisa jalan ke mana saja. Tugas kemudian adalah mulai melakukan advokasi anggaran kepada SKPD terkait supaya dapat meminimalisir ketergantungan kepada lembaga donor. Selain itu, harus ada gebrakan untuk mengupayakan pemberian sanksi kepada WPS, pengelola, dan penikmat seks, yang tidak menggunakan atau menyediakan kondom.

Sebagai penutup berbagai rekomendasi dihimpun dari Diseminasi Annual Survey HIV AIDS di Surabaya ini, yaitu:

  • Pergunakan Multmedia Campaign untuk penyebaran informasi pengetahuan komprehensif HIV dan AIDS
  • Memobilisasi komunitas melalaui konsep Community Organizer (CO)
  • Pemberdayaan komunitas untuk membeli kondom secara mandiri melalui informasi tempat outlet kondom yang ada atau dekat dengan hotspot
  • Perlu meningkatkan akses mobile clinic di lokasi/hotpsot yang komplit (IMS & HCT)
  • Adanya strategi untuk kelompok rebntan yang masih tertutup (hidden) dalam mengkases informasi dan layanan kesehatan IMS, HIV dan AIDS
  • Peningkatan penguatan kelembagaan dan pemahaman kepada KD dan petugas layanan kesehatan mengenai persetujan ketika akan melakukan tes HIV sebagai salah satu bentuk perlakuan kode etik konseling
  • Partisipasi dan dukungan masyarakat dalam membentuk kesepakatan lokal untuk menciptakan lingkungan yang kondusif serta sebagai upaya monitoring WPS khususnya dalam hal kesehatan
  • Pentingnya pendampingan yang berkesinambungan untuk lebih meningkatkan kunjungan KD dalam mengakses layanan kesehatan, baik IMS maupun tes HIV
  • Mendorong kemitraan yang sejajar dan terbuka serta peran yang jelas, terkoordinasi, dan terintegrasi antara pelaksana program dari pemerintah dan masyarakat sipil menuju keberhasilan program
  • Perencanaan program yang berbasis data dapat mendukung keberhasilan program yang efektif dan efisien
  • Perlu adanya kajian pembelajaran program yang tidak hanya diukur berdasarkan  kuantitas data, melainkan juga kualitas intervensi yang dilakukan

Gallery :