‘Negatif COVID-19 tetapi Positif Hamil': Jalan Terbaik adalah Menunda Bayi Baru

Selasa, 07/07/2020SurveyMETERDwi Oktarina, S.Si., M.P.H.

causes
Life shield: A nurse puts a face shield on a newborn baby at RSIA Tambak Hospital in Central Jakarta on April 16. To slow the spread of COVID-19, medical workers are following strict health protocol. (JP/Seto Wardhana)

Semakin banyak orang tinggal di rumah selama pandemi, kekhawatiran meningkatnya jumlah kehamilan muncul. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil baru-baru ini memposting tangkapan layar di akun Instagram-nya sebuah artikel yang berkaitan dengan peningkatan kehamilan di Kabupaten Cirebon, dan mendesak laki-laki untuk "memperlambatnya" dengan istri mereka. "Negatif COVID-19 tetapi positif hamil," diposting Ridwan.

Terbatasnya akses ke layanan kesehatan selama pandemi ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa semakin sedikit orang yang menerima kontrasepsi. Menurut angka terbaru Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 28 juta pasangan Indonesia menerima layanan kontrasepsi. Namun, dewan memperhatikan penurunan 20 hingga 30 persen pada penerima dari Februari hingga Maret, dengan variasi antar provinsi.

Kekhawatiran akan ledakan bayi dan peningkatan populasi bukan satu-satunya alasan para ahli menyarankan pasangan untuk menunda kehamilan. Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, mengatakan ibu hamil rentan selama trimester pertama dan cenderung memiliki ketidaknyamanan kesehatan seperti mual. Sistem kekebalan tubuh mereka juga lebih lemah dari biasanya, dan dengan demikian mereka berisiko lebih tinggi terhadap infeksi. Kami belum sepenuhnya memahami efek infeksi COVID-19 pada janin, atau efek obat pada ibu dan janin yang terinfeksi.

Ibu hamil juga menghadapi lebih banyak pembatasan dalam pemeriksaan kehamilan sebelum pandemi. Jauh sebelum pandemi, angka kematian ibu di Indonesia sudah menjadi masalah besar, dengan angka nasional yang tinggi yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup.

Banyak faktor yang berhubungan dengan virus tetap tidak diketahui. Sementara para peneliti masih berusaha menemukan vaksin, beberapa kasus bayi baru lahir yang terinfeksi virus telah dilaporkan. Di Wuhan, Cina, tempat ditemukannya kasus pertama di dunia, bayi baru lahir menjadi individu termuda yang terinfeksi virus SARS-CoV-2, laporan pada awal Februari mengatakan, mirip dengan bayi baru lahir lainnya pada pertengahan Maret di London. Ibu di Wuhan telah dites positif COVID-19 sebelum melahirkan.

Namun, jurnal The Lancet baru-baru ini menerbitkan sebuah studi pada sembilan wanita hamil dengan COVID-19 yang menunjukkan bahwa penularan intrauterin sangat tidak mungkin. Sampel cairan ketuban, tali pusat, ASI, dan usap tenggorokan bayi baru lahir terbukti negatif terhadap virus.

Dalam hal gizi, pandemi ini dapat membatasi pilihan makanan bergizi ibu, dengan banyak keluarga menghadapi pendapatan yang semakin rendah. Kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi selama kehamilan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir. Hal ini dapat menyebabkan stunting, yang sudah menjadi masalah kesehatan nasional utama.

BKKBN telah menempatkan konselor lapangan untuk memberikan layanan kepada pasangan melalui kunjungan rumah. BKKBN juga berencana untuk memberikan kontrasepsi kepada 1 juta penerima pada bulan Juni. Program ini bertujuan untuk meningkatkan penggunaan kontrasepsi di antara mereka yang telah berhenti menggunakan kontrasepsi selama pandemi.

Terlepas dari upaya pemerintah, masih ada kebutuhan mendesak untuk menargetkan lebih banyak orang yang tinggal di rumah. Dibutuhkan lebih banyak kampanye pendidikan untuk menasihati pasangan untuk menunda kehamilan melalui media seperti televisi dan radio. Media terakhir akan menargetkan audiens di daerah yang lebih terpencil di mana transmisi televisi terbatas.

Meskipun sistem kesehatan cukup kewalahan dalam pandemi saat ini, upaya ekstra dapat dilakukan dengan memberdayakan dan memperkuat bidan sebagai konselor dalam mendidik pasangan untuk menunda kehamilan. Asosiasi Bidan Nasional (IBI) mendaftar lebih dari 300.000 bidan di 34 provinsi. Ini tentu akan menantang, tetapi upaya kecil dalam menunda kehamilan dapat membantu mengurangi beban penyedia layanan kesehatan serta ibu dan keluarga mereka selama pandemi.

Relawan dari desa dan kelompok kesejahteraan keluarga (PKK) berbasis desa dan juga bisa diberdayakan. Relawan di seluruh negeri telah dimobilisasi untuk mendistribusikan bantuan makanan kepada rumah tangga yang memenuhi syarat di komunitas mereka. Mereka juga dapat membantu meningkatkan kesadaran di kalangan ibu dan pasangan muda tentang kesehatan ibu dan pentingnya menghindari kehamilan selama pandemi dengan menyampaikan informasi yang benar dengan pamflet atau poster saat mendistribusikan persediaan makanan.

Setiap wanita memiliki hak untuk hamil dan melahirkan anak dan setiap anak memiliki hak untuk tumbuh sehat di lingkungan terbaik. Namun, dalam masa ketidakpastian dan keterbatasan ini, akan lebih bijaksana untuk menunda kehamilan dan menunggu sampai pandemi mereda. Keputusan harus diambil dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan tidak hanya kesehatan ibu, tetapi juga bayi, kesejahteraan keluarga dan kapasitas sistem kesehatan. 

 

Artikel ini dipublikasikan pertama kali dalam Bahasa Inggris di The Jakarta Post, 4 Juli 2020:

https://www.thejakartapost.com/academia/2020/07/04/negative-covid-19-but-positive-pregnancy-best-to-delay-new-baby.html