Studi Asesmen Kapasitas Kota Ramah Lansia (KRL) 2013

Sabtu, 09/03/2013SurveyMETER

causes
Wawancara asisten peneliti SurveyMETER, Arief Gunawan SE, dengan Wakil Walikota Suwandel Muchtar, 18 Februari 2013. (Foto: Tim Studi KRL-SM)

Mengukur Kesiapan Age-Friendly Cities di Indonesia

Studi Asesmen Kapasitas Kota Ramah Lansia ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus. Dalam pelaksanaan studi ini SurveyMETER bekerjasama dengan Centre for Ageing Studies Universitas Indonesia (CAS UI). Studi ini dilakukan untuk melengkapi studi dengan tema ini sebelumnya yang oleh banyak pemangku kepentingan isu kota ramah lansia dinilai belum representatif. Pengumpulan data kuantitatif diambil dari 14 kota di 11 provinsi sementara untuk kualitatif data diambil dari 6 kota di 6 provinsi. 

Tujuan studi ini untuk memberikan masukan kepada pemerintah kota dalam komitmennya untuk menciptakan kota yang ramah terhadap Lansia. Studi ini menyediakan data yang berkaitan dengan 8 indikator kota ramah lansia yaitu: gedung dan ruang terbuka (building and outdoor space); transportasi (transportation); perumahan (housing); partisipasi sosial (social participation); penghormatan dan keterlibatan sosial (respect and social inclusion); partisipasi sipil dan lapangan pekerjaan (civil participation and employment); komunikasi dan informasi (communication and information); serta dukungan masyarakat dan layanan kesehatan (community support and health services). Gambaran data 8 dimensi ini di peroleh dari observasi langsung ke kota, wawancara sampel responden rumah tangga, kelurahan, dan unsur pemerintah kota setempat seperti Bapekko, Dishub, Disinfokom, Dinas Tata Kota, Dinas Sosial, dan Dinas kesehatan.

Studi ini didorong oleh isu penuaan penduduk (ageing) yang menjadi isu dunia di abad ke 21. Isu ageing ini telah menjadi isu sosial, ekonomi, dan politik yang penting di negara berkembang seperti di Indonesia. Mengingat dampak penuaan penduduk tidak terbatas pada sektor kesehatan dan ekonomi melainkan penuaan penduduk juga harus diperhitungkan dalam melakukan analisa kemiskinan, perencanaan kota, lapangan kerja, dan kesejahteraan. Dalam konteks Indonesia, jumlah penduduk lansia di negara kita pada tahun 2000 mencapai 14,4 juta jiwa atau 7,18 persen dari total jumlah penduduk. Jumlah ini merupakan terbesar keempat di Asia. Pada tahun 2020 diperkirakan menjadi 28,9 juta atau naik menjadi 11,11 persen, meningkat dua kali lipat dalam dua dekade. WHO telah memperhitungkan pada tahun 2025 Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah lansia sebesar 41,4 persen yang merupakan peningkatan tertinggi di dunia.

Atas dasar itu pemerintah meminta Kota Ramah Lansia (Age-Friendly City) harus segera diwujudkan, mengingat sampai saat ini di Indonesia belum ada kota yang benar-benar menjadi kota ramah lansia. Diharapkan dengan adanya kota yang ramah lansia akan mempermudah penduduk lansia dalam beraktivitas atau menerima informasi yang dibutuhkan bagi para lansia tersebut. Kota ramah lansia juga akan sangat membantu para lansia dalam kenyamanan saat bepergian dan tidak kesulitan dalam mengakses sarana prasarana publik seperti fasilitas kesehatan. Idealnya, karena penduduk lansia adalah yang berumur mulai 60 tahun keatas yang sudah mengalami kurangnya kekuatan dan kesehatan, mereka juga perlu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan, dan penyediaan fasilitas rekreasi dan refleksi berupa ruang terbuka berbentuk taman khusus.

Pelaksanaan dan Desain Studi

Sebelum pengumpulan data lapangan, studi ini melewati beberapa tahapan persiapan studi, yaitu uji kuesioner, pilot testlisting awal, diskusi dan  perbaikan instrumen hasil uji kuesioner dan pilot test, pembuatan manual dan format kuesioner, dan training asisten peniliti lapangan. Menurut koordinator pelaksana lapangan, Endra Dwi Mulyanto SE, hingga 28 Februari kemarin, pengumpulan data lapangan sudah mencapai 90% dan sudah dilakukan cleaning data dari sampel kota yang sudah selesai. Endra memastikan semua data lapangan bisa clear pada Maret 2013. “Kita menargetkan akhir Maret output-nya sudah dalam bentuk report lapangan dan hasil studi ini bisa didiseminasikan ke kota sampel pada bulan berikutnya,” papar Endra penuh semangat.

Pada studi kuantitatif, 14 kota sampel diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu 2 kota sebagai Best Practice yaitu Payakumbuh mewakili kota kecil dan Surabaya mewakili kota besar, dan 12 kota yang dilakukan penilaian (asesmen) yaitu Depok, Malang, dan Solo mewakili kota kecil dan Jakarta Pusat, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Medan, Balikpapan, Makasar, Denpasar, dan Mataram mewakili kota besar. Demikian juga pada sampel kualitatif, Payakumbuh (kota kecil) dan Surabaya (kota besar) dikategorikan kota Best Practice,sementara pada 4 kota sampel lainnya dilakukan asesmen yaitu Depok (kota kecil) dan Jakarta Pusat, Yogyakarta, dan Denpasar (kota besar).

Dalam pendekatan kuantitatif di setiap sampel kota diwawancara 150 sampel rumah tangga, 10 kelurahan, SKPD, dan 3 modul observasi. Sehingga dari total 14 kota akan terkumpul data dari 2.100 rumah tangga, 140 keluarahan, 14 SKPD, dan 42 data observasi. Sedangkan untuk responden kualitatif dilakukan dengan metode in depth interview dan focus group discussion (FGD). Narasumber FGD adalah kelompok umur 40 keatas dari aktivis kelanjutusiaan seperti posyandu lansia. Di setiap kota dilakukan 2 FGD, yaitu grup laki-laki dan grup perempuan. Sementara narasumber in depth berasal dari lembaga kelanjutusiaan yang ada di masing-masing kota

Pelaksanaan studi ini mendapatkan apresiasi yang positif dari pemangku kebijakan di kota sampel. Pada pelaksanaan pengumpulan data di Kota Payakumbuh, proses wawancara dengan Wakil Walikota Suwandel Muchtar yang juga sebagai Ketua Komda Lansia Kota Payakumbuh, dihadiri oleh semua pemangku kepentingan kelanjutusiaan di kota tersebut yaitu Ketua Harian Komda Lansia Payakumbuh H Syamsuar BA, Kadiskes yang diwakili dr Hj Yanti MPd, Kabag Kesra Mai Aidil SSos, dan sejumlah pengurus Komda Lansia. Bahkan proses wawancara ini di publikasikan oleh Kantor Berita ANTARA dan website Pemerintahan Kota Payakumbuh. “Kita wawancara in depth dengan Pak Wawako tersebut kurang lebih 45 menit,” ujar Arief Gunawan, satu dari dua orang peneliti lapangan SurveyMETER yang melakukan wawancara tersebut.

Secara singkat Arief juga menjelaskan bahwa di Kota Payakumbuh, berdasar hasil wawancara dan survei langsung-nya, memang sudah ada geliat menuju Kota Ramah Lansia meskipun belum ada deklarasi.

Untuk lengkapnya dua publikasi di atas bisa dilihat di: http://www.antarasumbar.com/berita/payakumbuh/d/4/272637/wawako-payakumbuh-ingin-jadi-kota-ramah-lansia.html dan http://payakumbuhkota.go.id/2013/02/18/tm-survei-meter-yogyakarta-kaji-lansia-payakumbuh/.[JF]